[Cinta Tetumbuhan]
Oleh: Isnan Hidayat, S.Psi.
(@isnanhi /FB hidayatisnan@yahoo.com)
Bumi adalah padang luas yang
dihamparkan Tuhan bagi setiap nafas kehidupan. Langit menaunginya dengan cahaya
cerah dan teduhnya sang awan. Diantara keduanya para makhluk kecil hidup
bersama dalam horizon luas yang penuh kenikmatan. Cinta senantiasa berada dalam
ruang dan waktu yang tercipta, menjadi saksi dari harmoni indah kesempurnaan
penciptaaanNya. Kali ini, cinta muncul dari tetumbuhan. Cinta nan penuh
kesetiaan.
Ada kalanya cinta menancap
layaknya akar. Begitu dalam dia menghujam, menyeruak ke kedalaman tanah
menembus lapisan batuan. Cintalah yang senantiasa mencari air sumber kehidupan,
menjaga keseimbangan zat hara tanah dengan serabut yang mengikat dan tunggang
yang menetap. Akar adalah wujud cinta yang menjadi sumber energi. Bahwa
generasi yang penuh cinta senantiasa memiliki keyakinan kuat dalam dirinya.
Generasi yang menjaga tradisi kebenaran, kebaikan, dan kebijaksanaan.
Cinta juga telah diterjemahkan
oleh batang. Kambium yang membentuk lingkaran tahun sebagai lambang kerja keras
tak pernah henti, terus mengokohkan dan mencari ruang untuk diisi. Bahwa cinta
tak hanya melankoli, tapi ia sumber kekuatan, tempat bersandar kala kita lelah
dan butuh pegangan. Generasi yang penuh cinta selalu siap menanggung beban,
menjadi soko guru bagi peradaban. Menjadi tiang penyangga bagi tegaknya
cita-cita mulia, menjadi tongkat penegak langkah apabila visi terasa renta.
Cinta tinggi menjulang menjadi batang nan penuh kekuatan, menyalurkan energi
kehidupan dari akar, menjamin bahwa semua energi akan tersebar. Batang
mengajarkan bahwa tiap diri sang pencinta harus siap menjadi penopang, bahwa
cinta tak sekedar kata, tak cukup dengan sekedar wacana yang berkembang.
Hingga cinta juga diterjemahkan
oleh rimbun dedaunan. Pusat fotosintesis, sekaligus menjadi naungan sejuk nan
penuh keteduhan. Cinta menjadi pertemuan antara energi kehidupan berupa air
tanah dengan cahaya dari langit yang begitu cerah. Cinta menjadi titik temu
antara potensi dengan kerja keras, antara air sebagai lambang kesegaran dengan
terik mentari sebagai lambang perjuangan. Bahwa cinta adalah optimalisasi
potensi lewat perjuangan tanpa henti. Bahwa bukan cinta sejati jika hanya
meninabobokkan setiap diri dalam zona nyamannya sendiri. Bahwa perjuangan cinta
senantiasa harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki. Dedaunan adalah
perwujudan cinta yang saling melengkapi, wujud produktivitas di satu sisi, dan
sekaligus kemampuan untuk menjadi pemberi naungan nan menenteramkan hati.
Hingga akhirnya, cinta berkembang
menjadi bunga nan indah dipandang. Setiap cinta senantiasa menebarkan semerbak
wewangian, menawar warna-warni indah yang merangkai harmoni dalam perbedaan.
Cinta bunga sebagai wujud kesetiaan, kala kelopak yang setia melindungi di kala
kuncup, tetap setia menempel di mahkota sampai warnanya meredup. Mahkota yang
senantiasa indah menawarkan dirinya, melindungi putik dan benangsari di
dalamnya. Sabar ia menjadi penggoda bagi lebah dan kupu-kupu, memancing mereka
untuk sejenak mencumbu, hingga akhirnya penyerbukan berlalu.
Cinta menghasilkan buah yang
dinantikan. Sebagai puncak kebermanfaatan, sebagai sarana pelanjut keturunan.
Dan jika kelak para musuh melempari pohon itu dengan batu, maka pohon tak
pernah dendam. Buah-buahan lah yang akan menjadi pemberian. Membalas keburukan
dengan kebaikan, sebagai wujud cinta nan penuh kelembutan.
Inilah cinta sang tetumbuhan.
Cintanya menghujam kuat penuh keyakinan, begitu kokoh menguatkan, begitu teduh
layaknya rimbun dedaunan, begitu harum layaknya bebungaan, dan hingga menjadi
buah yang penuh kebermanfaatan.
Demikianlah cinta sang
tetumbuhan. Yang menjadi bentuk interaksi antara bumi dengan hamparan tanah dan
tebaran benih kebaikan, beserta langit yang tak henti memberi curahan cahaya
dan tetesan hujan yang senantiasa mencerahkan, menumbuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berdiskusi