Sabtu, 26 Juli 2014

Serial Generasi Cinta #6

[Cinta Tetumbuhan]

Oleh: Isnan Hidayat, S.Psi. (@isnanhi /FB hidayatisnan@yahoo.com)

Bumi adalah padang luas yang dihamparkan Tuhan bagi setiap nafas kehidupan. Langit menaunginya dengan cahaya cerah dan teduhnya sang awan. Diantara keduanya para makhluk kecil hidup bersama dalam horizon luas yang penuh kenikmatan. Cinta senantiasa berada dalam ruang dan waktu yang tercipta, menjadi saksi dari harmoni indah kesempurnaan penciptaaanNya. Kali ini, cinta muncul dari tetumbuhan. Cinta nan penuh kesetiaan.

Ada kalanya cinta menancap layaknya akar. Begitu dalam dia menghujam, menyeruak ke kedalaman tanah menembus lapisan batuan. Cintalah yang senantiasa mencari air sumber kehidupan, menjaga keseimbangan zat hara tanah dengan serabut yang mengikat dan tunggang yang menetap. Akar adalah wujud cinta yang menjadi sumber energi. Bahwa generasi yang penuh cinta senantiasa memiliki keyakinan kuat dalam dirinya. Generasi yang menjaga tradisi kebenaran, kebaikan, dan kebijaksanaan.

Cinta juga telah diterjemahkan oleh batang. Kambium yang membentuk lingkaran tahun sebagai lambang kerja keras tak pernah henti, terus mengokohkan dan mencari ruang untuk diisi. Bahwa cinta tak hanya melankoli, tapi ia sumber kekuatan, tempat bersandar kala kita lelah dan butuh pegangan. Generasi yang penuh cinta selalu siap menanggung beban, menjadi soko guru bagi peradaban. Menjadi tiang penyangga bagi tegaknya cita-cita mulia, menjadi tongkat penegak langkah apabila visi terasa renta. Cinta tinggi menjulang menjadi batang nan penuh kekuatan, menyalurkan energi kehidupan dari akar, menjamin bahwa semua energi akan tersebar. Batang mengajarkan bahwa tiap diri sang pencinta harus siap menjadi penopang, bahwa cinta tak sekedar kata, tak cukup dengan sekedar wacana yang berkembang.

Hingga cinta juga diterjemahkan oleh rimbun dedaunan. Pusat fotosintesis, sekaligus menjadi naungan sejuk nan penuh keteduhan. Cinta menjadi pertemuan antara energi kehidupan berupa air tanah dengan cahaya dari langit yang begitu cerah. Cinta menjadi titik temu antara potensi dengan kerja keras, antara air sebagai lambang kesegaran dengan terik mentari sebagai lambang perjuangan. Bahwa cinta adalah optimalisasi potensi lewat perjuangan tanpa henti. Bahwa bukan cinta sejati jika hanya meninabobokkan setiap diri dalam zona nyamannya sendiri. Bahwa perjuangan cinta senantiasa harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki. Dedaunan adalah perwujudan cinta yang saling melengkapi, wujud produktivitas di satu sisi, dan sekaligus kemampuan untuk menjadi pemberi naungan nan menenteramkan hati.

Hingga akhirnya, cinta berkembang menjadi bunga nan indah dipandang. Setiap cinta senantiasa menebarkan semerbak wewangian, menawar warna-warni indah yang merangkai harmoni dalam perbedaan. Cinta bunga sebagai wujud kesetiaan, kala kelopak yang setia melindungi di kala kuncup, tetap setia menempel di mahkota sampai warnanya meredup. Mahkota yang senantiasa indah menawarkan dirinya, melindungi putik dan benangsari di dalamnya. Sabar ia menjadi penggoda bagi lebah dan kupu-kupu, memancing mereka untuk sejenak mencumbu, hingga akhirnya penyerbukan berlalu.

Cinta menghasilkan buah yang dinantikan. Sebagai puncak kebermanfaatan, sebagai sarana pelanjut keturunan. Dan jika kelak para musuh melempari pohon itu dengan batu, maka pohon tak pernah dendam. Buah-buahan lah yang akan menjadi pemberian. Membalas keburukan dengan kebaikan, sebagai wujud cinta nan penuh kelembutan.

Inilah cinta sang tetumbuhan. Cintanya menghujam kuat penuh keyakinan, begitu kokoh menguatkan, begitu teduh layaknya rimbun dedaunan, begitu harum layaknya bebungaan, dan hingga menjadi buah yang penuh kebermanfaatan.


Demikianlah cinta sang tetumbuhan. Yang menjadi bentuk interaksi antara bumi dengan hamparan tanah dan tebaran benih kebaikan, beserta langit yang tak henti memberi curahan cahaya dan tetesan hujan yang senantiasa mencerahkan, menumbuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi