Sabtu, 12 Juli 2014

Serial Generasi Cinta #1

Anak-anak Ideologi

Oleh: Isnan Hidayat @isnanhi / FB: hidayatisnan@yahoo.com

Usia kami tidak terlampau jauh, belum pantas jika disebut berbeda generasi. 2-3 tahun adalah masa yang terlampau singkat untuk mengklaim jarak kematangan diri dan gap ideologi. Namun saya kadang memposisikan diri bagi mereka layaknya seorang ayah, sekedar untuk tersenyum kala mendengar mereka berkeluh kesah. Tentang pahitnya kehidupan, yang bagi mereka tampak begitu jauh dari visi-visi utopis yang selama ini saya tawarkan. Atau sekedar menasehati mereka kala mereka benar-benar hampa, seolah tidak ada lagi alternatif solusi bagi rintangan yang mendera. Atau setidaknya meluangkan waktu membaca tulisan-tulisan nakal mereka di media, dan sebersit hati berdoa agar Allah senantiasa membersamai mereka, memberi sinar harapan, menguatkan pundak, dan melindungi dari segala godaan di perjalanan panjang yang mereka tempuh.

Ya mereka adalah anak-anak ideologi, bagiku pribadi, yang bahkan tidak memiliki hubungan darah namun senantiasa dekat di hati.

Curahan hati mereka adalah sebuah kenyataan, mengingatkan saya pada masa-masa pencarian yang penuh dengan ide namun minim apresiasi dan tanggapan. Keluhan mereka adalah energi bagi kebijaksanaan, yang memaksa kita belajar menenangkan diri meski begitu banyak jeritan ketidakadilan yang menyeruak dari palung paling dalam nurani. Ide-ide nakal mereka adalah sebuah inspirasi bagi kejumudan yang selama ini tercipta, yang seolah menyandera langkah-langkah kebaikan dalam bingkai prasangka, hegemoni, dan aktivitas yang itu-itu saja.

Ya, mereka adalah anak-anak ideologi, yang senantiasa membuat saya berkaca diri. Sudahkah kita pantas menjadi teladan, menjadi rujukan, menjadi tempat kembali bagi para aktivis yang lelah untuk sejenak rehat, mengistirahatkan diri.

Ya, mereka adalah anak-anak ideologi. Yang selalu menjadi autokritik bagi kita, para pemuda yang senantiasa merasa renta untuk urusan ide dan inovasi. Atau tamparan keras bagi para senior, yang terlihat lebih tua namun masih sangat belia dalam hal visi bagi aktivitasnya.

Saya percaya, cepat atau lambat, jauh atau dekat, estafet perjuangan ini akan beralih pada tangan-tangan mereka. Para anak-anak ideologi, yang tak pernah berhenti belajar mencari tahu apa yang Allah maksudkan dalam kitabNya, bekerja keras untuk mengoptimalkan potensi yang Allah karuniakan pada ummat ini, sekaligus bekerja sama dalam sebuah jama'ah yang kelak menjadi biji bagi tumbuhnya kesatuan ummat dalam kokoh fondasi iman namun tetap peka dengan perubahan zaman.


Kelak, dengan ijinNya, anak-anak ideologi inilah yang akan mewarisi dan mewariskan estafet perjuangan pandu peradaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi