Sabtu, 12 Juli 2014

Serial Generasi Cinta #2

 Oleh: Isnan Hidayat, S.Psi @isnanhi

Mencintai dengan Pupuk & Gunting Tanaman

Membangun generasi ibaratkan menumbuhkan sebuah biji. Agar kelak menjadi tanaman yang rimbun, kokoh, tanpa hama, dan berikan bunga dan buah bagi makhluk lainnya, juga untuk kesinambungan pewarisan keturunannya. Sebagai seorang petani, cinta adalah modal pertama kali. Yang akan memastikan kita akan menerima seutuhnya bagaiamana karakteristik biji dan kebutuhan-kebutuhan yang mengikutinya. Bahwa Acceptance merupakan syarat pertama membangun peradaban, bahwa tak ada anugerah dariNya yang patut disiakan.

Namun bukanlah cinta jika tak memiliki dilemma. Ada kalanya pilihan pahit mesti diambil dalam perjalanan panjang menumbuhkan generasi impian. Bahwa untuk mengimbangi pupuk yang menyuburkan agar, batang, dan daunnya, kadang kita memerlukan gunting sebagai pemangkas bagian yang akan mengganggu pertumbuhannya. Entah karena ada bagian tubuhnya yang terkena hama, atau memang memotong ujung daun sebagai prasyarat munculnya bunga, atau bahkan memang daun itu harus segera dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih mendesak.

Namun ia tetaplah cinta, meski p
ahit terasa. Jika diijinkan tentu saja kita akan biarkan biji yang dahulu kita semai tumbuh menggelora, seolah menunjukkan bahwa sang petani begitu perhatian memfasilitasi.

Tapi bukankah dalam cinta selalu mengajarkan pengorbanan. Bahwa ada kalanya tidak setiap keinginan mesti dituruti, itulah yang membedakan nafsu duniawi dengan cinta sejati. Bahwa ada kebutuhan yang mesti diprioritaskan, meski itu tampak menyakiti. Tapi luka dalam cinta takkan berlangsung lama, asal ia segera diikat dengan makna. Tidak kita biarkan begitu saja, hingga ia lebih dulu terserang bibit prasangka.

Bukankah cinta yang mengajarkan kita untuk belajar menunda? Bahwa di balik setiap keikhlasan memberi dan berkontribusi akan selalu berbuah kenikmatan di ujung jalan nantinya. Bahwa dengan luka yg tercipta, namun kita tetap setia, maka cinta justru akan berlipat ganda. Bahwa rindu justru tercipta ketika ada jarak, ada jeda.


Mari, membangun generasi. Dengan penuh kesyukuran kita optimalkan setiap potensi. Dengan penuh kesabaran kita pangkas setiap bibit kesalahan. Dengan pupuk kita tumbuhkan rasa cinta, beserta guntingnya kita ajarkan pada mereka makna berkorban dan menunda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi