Sabtu, 12 Juli 2014

Serial Generasi Cinta #3

Ada Cinta yang Menjebak

Oleh: Isnan Hidayat, S.Psi. (@isnanhi /FB hidayatisnan@yahoo.com)

Segala puji hanya Allah semata, yang Mahasempurna dalam menyandingkan segala hal dalam keseimbangan. Oleh karenanya selalu ada kata cinta yang seiring dengan kata pengorbanan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada insan mulia Nabi Muhammad SAW al Musthofa, yang memberikan teladan bahwa setiap klaim kata cinta harus terkonversi menjadi amal nyata.

Pembahasan tentang cinta dalam pembentukan generasi ini takkan habis, layaknya mata air yang akan terus mengalir membasahi bumi, layaknya pula air mata yang kadang membasahi pipi. Bukan soal sedikit atau banyaknya, tapi kita takkan pernah mampu memisahkan cinta dari usaha pembentukan sebuah generasi yang mulia. Namun lebih dari semua itu, ada satu hal yang patut kita tahu. Kadang ada cinta yang menjebak. Yang justru membuat generasi menjadi lemah dan enggan bergerak.

Cinta ada kalanya dipahami secara sepihak, menjadi bentuk pembenaran bagi kebanggaan yang meledak-ledak. Akhirnya para pemandu, generasi yang lebih tua, memandang cinta terlalu berlebihan dalam hegemoninya.

Seolah cinta diibaratkan seperti membangun sebuah rumah yang sangat aman bagi sang anak, memastikan generasi penerusnya senantiasa nyaman dalam pengawasannya.

Seolah cinta diibaratkan sebagai membangun sebuah benteng yang sangat kokoh, sehingga tak seorangpun musuh dapat mengganggu proses pewarisan dan pendidikan bagi para penerusnya.

Seolah cinta layaknya memberi perisai, yang memastikan para pewarisnya takkan terluka. Kalaupun ketiganya adalah kebaikan, ada satu pertanyaan yang tersisa. Kapan para anak-anak ideologi kita akan berinteraksi dengan kehidupan yang sesungguhnya?

Cinta seharusnya tidak membatasi para generasi baru hanya terduduk lesu dalam penjagaan yang penuh haru biru. Cinta harusnya mencipta kerja. Cinta seharusnya tidak menciptakan penjara realita dari keadaan yang sesungguhnya. Cinta lahir dari kedewasaan dalam memandang kenyataan. Cinta seharusnya tidak membuat seseorang takut untuk terluka. Cinta adalah obat lelah bagi mereka yang seharian bekerja.

Kalaulah kita anggap cinta sebagai sebuah rumah yang begitu nyaman, maka ia adalah tempat kembali bagi anak-anak ideologi yang begitu keras berjuang. Bahwa cinta tak semata soal membangun suasana kondusif untuk belajar, tapi juga soal menanamkan keberanian untuk mencoba dan mempraktekkan setiap pelajaran.

Kalaulah kita ibaratkan cinta sebagai sebuah benteng yang aman, maka ia adalah tempat untuk mengatur strategi, lalu kemudian maju berperang. Bahwa cinta tak semata soal mencari perlindungan, tapi juga soal manajemen diri untuk senantiasa produktif beramal.

Kalaulah kita maksudkan cinta sebagai perisai, maka ia adalah sebuah bentuk penjagaan bagi mereka untuk sebuah pertempuran yang tak jua usai. Bahwa cinta bukan semata soal membuat garis pertahanan, tapi juga soal memberi pemahaman untuk mengambil peran.

Dalam membangun sebuah generasi, kita mesti memahami cinta secara berimbang. Bahwa luka yang tercipta saat berjuang bukanlah kehinaan, justru cinta lah yang akan mengikat setiap pemahaman dengan kebijaksanaan yang lahir dari kenyataan. Bahwa lelahnya hati dan tubuh ini kala berkontribusi tidaklah melemahkan, karena cinta lah yang akan menjadi penawar bagi setiap diri dengan berinteraksinya energi ideologi dengan energi rangkuman potensi yang dimiliki ummat ini. Bahwa satu-satunya penyebab dari kedewasaan sebuah generasi adalah dengan mengajarkannya komitmen kebaikan seiring dengan kerasnya usaha untuk mengambil makna dari setiap peristiwa dalam kehidupan.


Mari membangun generasi dalam pemahaman cinta yang seimbang. Karena ada cinta yang menjebak, ada cinta yang justru membuat kita malas untuk bergerak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi