Selasa, 08 Juli 2014

Muqaddimah; Transmisi

Puja dan puji hanya milik Alloh SWT semata, yang tidak pernah menyia-nyiakan siapapun yang mengharapkan keridhaan-Nya, dan tidak pernah menampik siapa pun yang memanjatkan do’a kepada-Nya. Segala puji hanya bagi-Nya, yang dengan segala taufik dan pertolongan-pertolongan-Nya semata, apapun wujud kepentingan, pasti dapat dilaksanakan dengan sempurna. Segala puji hanya bagi Alloh yang telah menciptakan segala sesuatu, lalu menyempurnakan penciptaannya, dan yang telah menetapkan takdir lalu menurunkan petunjuk bagi para hamba-Nya.

Semenjak awal kita selalu bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Alloh, yang Maha Tunggal, dan tidak ada sekutu bagi-NYA. Kita pun bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Kini hadir ditengah-tangah pembaca sekalian sebuah situs yang dibuat oleh mereka yang galau. Galau akan realitas dan idealisme yang berbenturan lalu menuntut untuk dikeluarkan dari dalam diri menjadi sebuah tulisan, sehingga tidak sendiri dalam menyikapinya. Galau bukanlah hal yang harus dihapus sebersih-bersihnya, bahkan ia harus ada dalam benak setiap insan yang peduli dengan sekitar. Tanpa adanya galau, maka situs ini tak akan terlahir, dan orang-orang (kami) hanya memendam kegalauan itu sendiri dan suatu saat meledak seperti bom waktu.

Lalu kenapa situs ini diberi judul transmisi? Transmisi menurut bahasa (kamus KBBI)1  berarti (1)pengiriman (penerusan) pesan dan sebagainya dari seseorang kepada orang (benda) lain, (2) penularan, penyebaran, penjangkitan penyakit. Mentransmisikan berarti mengirimkan atau meneruskan pesan dr seseorang (benda) kpd orang lain (benda lain). Maka situs ini adalah sebuah wadah yang bertujuan untuk media transmisi sebuah cerita, kisah, hikmah, ulasan, komentar, curhatan, dan bentuk karya yang lainnya, buah hasil kegalauan yang terpendam dalam benak anak adam yang bersedia menuliskan (gambar juga tidak masalah) sehingga khalayak akan tahu. Mereka yang terlelap akan terjaga, mereka yang terkantuk-kantuk akan merasa tertampar dan segera melek.

Kendati bukan satu-satunya jalan, menulis dapat mengejawantahkan eksistensi pelakunya. Dengan menulis orang sekaligus berekspresi, berkomunikasi – yang paling penting- meninggalkan jejak pikiran untuk masa yang tak terhingga. Wer liest, wiB. Wer schreibt, bleibt, kata peribahasa jerman. Siapa membaca akan mengetahui, dan siapa yang menulis tak akan mati.

Demikianlah inskripsi-inskripsi kuno dalam pyramid, di dinding-dinding gua, atau pada batu-batu cadas peninggalan ribuan tahun dahulu kala. Juga naskah-naskah di atas daun lotar, papyrus dan sebagainya. Para penulisnya telah lama tiada, namun apa yang mereka tulis seakan kekal abadi. ”Demi huruf Nuun dan demi pena serta apa yang mereka goreskan, “ firman ALloh dalam kitab suci Al-Qur’an. [QS 68:1]

Tulisan mampu menembus sekat-sekat ruang dan waktu, melintasi sempadan geografis, etnis, bahkan agama. Seperti cerita-cerita yang ditulis Aesopos antara tahun 620 hungga 560 Sebelum Masehi, atau puisi-puisi Imru’ ul-Qays, pujangga Arabia dari zaman pra-islam yang termasyhur itu. Berkat tulisan para sahabat pun kini kita dapat menyimak pernik-pernik kehidupan dan petuah Nabi Muhammad yang telah wafat sejak seribu lima ratus tahun silam.

Tulisan tidak hanya merekam dan menyimpan. Ia juga mengajar dan memengaruhi. Mengajak dan membujuk. Bersuara dan berbicara. Bukankah saat membaca tulisan ini Anda sebenarnya tengah mendengarkan saya berkata-kata? Sebuah paradoks, memang.

Tergantung genre, gaya, serta isinya, tulisan dapat menghibur atau menyesakkan, mencerahkan atau membingungkan, menyadarkan atau menyesatkan. Dengan tulisan Anda bisa menggugah orang, mencegah, bahkan menjerat mereka. Karena tidak salah kalau orang bilang, pena penulis bisa lebih tajam daripada pedang para pejuang.2

Menulis kini merupakan sesuatu yang mulai ditinggalkan oleh mereka yang mengaku sebagai pejuang muda (setidaknya kita-kita yang berada di Dakwah Sekolah). Padahal dengan tulisan kita dapat berinteraksi dengan menghilangkan batas-batas waktu dan tempat. Kita mungkin pernah bertanya-tanya, bagaimana kondisi pelajar zaman ’80-an,’90-an, ’00-an. Bagaimana dahulu sempat-sempatnya mereka memikirkan untuk membuat rohis, osis, pii. Padahal dengan adanya beberapa orang yang mau menuliskannya kita akan menjadi tahu bagaimana kondisi yang ada. Tulisan akan merekamnya, dan pada saatnya nanti akan dibuka lagi sebagai sebuah pembelajaran yang berharga.

“Mas-mbak, yang penting sekarang itu adalah segera bertindak, kita sudah lelah berwacana!”. Kalau mereka yang mengatakan seperti itu bermaksud untuk mengkambinghitamkan sebuah tulisan, tidak mau menulis padahal di saat yang sama ia masih ada waktu untuk bermain game, bermain kartu, menonton tv, membaca komik, maka jawaban yang paling baik untuknya adalah ......(didiamkan). Memangnya tindakanmu itu seperti apa? Tanyakan itu (kalau memang didiamkan bukan hal yang bijaksana). Sebuah wacana itu penting, terlebih bila tertuliskan. Kalaupun bukan kita yang menerjemahkan menjadi teknis dan aksi, maka beberapa generasi yang akan merealisasikannya merupakan sebuah kebaikan.

“Mas-mbak, menulis itu penting, tetapi bagaimana bila membuat jadwal-jadwal kami berceceran?!”. Alhamdulillah ‘ala kulli haal. Semoga kita diampuni atas kelalaian nikmat Alloh yang telah diberikan kepada kita. Maka, waktu dan tenaga untuk menulis haruslah mengambil jatah kegiatan mubah kita. Tidur, bercanda, WA-an, nonton tv, rekreasi, dan sebagainya.

Maka mari menulis. Bila kita kembali dalam pembahasan transmisi tadi, bahwa dengan tulisan ini harapannya dapat membantu kita semua dalam mewariskan apa yang kita punya, cerita, kisah, hikmah, bahkan masalah kepada generasi penerus. Dengan kata lain ini adalah bagian dari proses kaderisasi.

Sejelek-jelek sebuah tulisan akan dapat dipetik kebaikannya. Mereka yang menjadi generasi penerus akan melihatnya sebagai sebuah pelajaran, “ Ooo, ternyata zaman dahulu pada ndak bisa nulis, kini Alhamdulillah sudah lebih baik”. Atau sebaliknya. Tulisan yang menjelaskan bagaimana menjadi perekap yang baik pun bermanfaat, apalagi tulisan yang menjelaskan tugas seorang Pemimpin organisasi, apalagi bobot tulisan tidak normative.




[1]http://kbbi.web.id/transmisi, Diakses pada tanggal 8 Juli 2014
[2]Arif, Syamsuddin.2008. Orientalis & Diabolisme Pemikiran.  Jakarta: Gema Insani Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi