Minggu, 13 Juli 2014

Resume Dialog Intelektual #1

Komunitas muncul dari berkumpulnya orang-orang yang sering ngobrol. Lalu sebuah organisasi lahir darinya. Dengan perpaduan ‘ke-spontan-an’ dan sistem, organisasi akan selalu tumbuh. Organisasi menua ketika ‘ke-spontan-an’ hilang dan sistem yang ada hanya menjadi formalitas. Organisasi mati saat orang-orang menjalankan hal-hal yang formalitas saja sudah tidak professional lagi. Saat itulah terjadi persimpangan, akan bangkit (terlahir) kembali atau jasad organisasi dikuburkan dalam liang lahat, dengan kata lain dibubarkan.

Jika demikian, lalu apa yang menjadi pondasi sebuah organisasi? Maka sudah dapat diduga, ialah (1) ke-spontan-an, dan (2) Sistem (formal), dimana kedua hal tadi harus dijaga melalui (3) pewarisan yang jelas.

Ke-spontan-an  (kami lebih suka menyebutnya dengan acong). Apa itu acong?

***

Suatu ketika ada dua orang pelajar kelas 3 yang selalu berdialog secara intelektual di meja paling belakang. Mereka adalah korban kekejaman zaman. Zaman itu memaksanya untuk harus memberontak atas kemapananan yang mulai mengerikan. Merencanakan sebuah gerakan yang merupakan anti-tesa dari generasi sebelumnya. Bayangkan saja, ketika itu (hampir) sama sekali tak ada pewarisan pengalaman, mereka berdua (hampir) tak merasakan hangatnya pelukan dari kakak-kakaknya yang seharusnya memanggil mereka untuk mengajak sekedar meminum teh anget  bersama lalu berdialog.

“Kita bukan yang memulainya, kenapa kita yang harus bertanggungjawab?”, umpatnya dibalik wajah-wajah pucat mereka.

Singkat cerita, mereka berdua memutuskan untuk membuat mabit. Judulnya Mabit Penjahat. Tanpa banyak syuro’ mereka bisa membuat mabit hanya berpanitia dua orang. Ini adalah sebuah otokritik (autocritic) di zaman itu. Sederhana saja, mereka hanya ingin membangkitkan kembali pemikiran untuk selalu melakukan yang menjadi hal yang substansial dan sesuai dengan kondisi zamannya (acongisme), tanpa terjebak dengan sistem yang mapan yang tak memberi kemanfaatan lebih. Bahasa inteleknya, mereka menyerukan gerakan dekonstruksi.

Malam itu, mereka mempertemukan tiga angkatan sekaligus untuk membicarakan masa depan sekolahnya agar menjadi lebih baik. Mengajak adik-adiknya untuk makan dan minum bersama lalu berdialog secara intelektual (halah). Juga membuat gerakan penjahat sebagai bentuk untuk keluar dari sistem. Di mulai sholat ashar di masjid, lalu mereka ditinggal oleh kedua orang tadi disebabkan mereka harus mencari makan malam untuk peserta. Para peserta lalu di ultimatum, “kalau setelah kami kembali kalian belum saling kenal, maka...”. Lalu malam itu diisi dengan sebuah materi yang tertuang dari kegelisahan dalam hati.
slide pertama


Usai materi adalah tidur, karena pagi-pagi sekali akan diadakan games ‘maut’, akan tetapi para pserta malah ngobrol (dialog intelektual), akhirnya game ‘maut’ tidak diadakan. Setelah subuh penutupan, dan pergi bersama untuk sarapan sambil mengobrol lagi.

Lalu apa dan kenapa namanya penjahat? “kita tidak akan menjadi penjahat seperti mereka, hanya saja kita akan menjadi penjahatnya penjahat. Karena penjahatnya penjahat adalah kawan dari pembela kebenaran. Kita sebenarnya juga pembela kebenaran hanya saja seorang penjahat dari para penjahat asli. Para pembela kebenaran memiliki musuh penjahat asli. Penjahat asli memiliki musuh penjahat ‘yaitu kita’, dan kita berkawan dengan pembela kebenaran. Kita juga pembela kebenaran yang bertitel penjahat.”. Ya, begitulah ceritanya kumpulan anak-anak jenaka yang dirudung rasa gelisah yang mendalam.

Mabit penjahat yang lainnya dilakukan sesaat sebelum bulan Ramadhan tiba. Mabit itu memiliki tujuan (1) mengeluarkan semua mushaf Al-Qur’an di lemari-lemari kelas dan menaruhnya di atas meja, dan (2) menulisi papan tulis dengan kalimat basmalah. (sebaiknya mabit kedua ini jangan langsung dicontoh, berkoordinasilah dengan guru-guru!!!!). Kegiatan di atas sebenarnya hanyalah alasan, tujuan utamanya adalah dialog intelektual dalam waktu malam yang syahdu!

Akhirnya, penjahat mulai redup, ketika berganti nama yang kurang berfilosofis dan tidak membakar semangat. Namanya menjadi semacam, barisan dakwah, agen-agen dakwah. Alasannya karena dakwah tidak dibedakan menjadi dakwah ikhwan dan dakwah akhwat, dan karena nama penjahat terlalu seram maka harus diganti. Karena namanya terlalu berat, konsepnya menjadi kabur. Padahal nama penjahat pada hakikatnya adalah "ayo bergerak, tanpa banyak syuro’ yang memubadzirkan waktu, tenaga, dan pikiran !"(saya sama sekali tidak merendahkan syuro’, hanya para pelakunya).
Maka, sekarang namanya menjadi acong (semoga tidak ditolak lagi, hehe). (haha) Lalu bagaimana folosofi acong? Ah lain kali saja dibahasnya.

***

Maka, seiring berjalannya waktu, kami tersadar. Bahwa tidak selamanya harus melakukan anti-tesis untuk mengobati zaman. Ada alternatif cara, yaitu sintesis. Sintesis maksudnya adalah menggabungkan semuanya yang baik.

Sebuah organisasi tanpa sistem maka lebih pantas dengan komunitas. Dan organisasi tanpa acong lebih pantas disebut dengan organisasi yang hampir mati, yang lupa akan tujuan awal. Maka, sebuah organisasi yang dinamis dan selalu muda membutuhkan kedua hal tadi untuk terus ada.

Kedua hal tadi bukanlah dualisme maupun dualistik, akan tetapi dualitas. Dualisme artinya sebuah paham dimana kedua hal tadi haruslah dipertentangkan. Acong hanya untuk ketika menjadi komunitas dan ketika menjadi organisasi acong harus dibuang karena bertentangan dengan sistem. Sistem saja atau acong saja. Dualistik maksudnya bahwa kedua hal tadi sejak awal adalah sesuatu bertentangan dan ada sekat ditengahnya. Sedangkan dualitas artinya keduanya adalah berpasangan dan saling melengkapi, seperti siang dan malam, juga laki-laki dan perempuan. Dualitas bukan berarti harus seimbang, akan tetapi haruslah sesuai dengan kondisi realitas. Terkadang lebih dibutuhkan acong, dan terkadang pula harus menjalankan sistem (formalitas) yang diutamakan.

slide terakhir

***

Semoga bisa disambung kembali, in syaa Alloh

Godean, 13 Juli 2014


Adnan Rifai

4 komentar:

  1. Terimakasih, tulisan ini membantu sy lebihmemahami jalan pikir para ikhwan :D

    Go acongers!

    BalasHapus
  2. ini bukan jalan pikiran para ikhwan tetapi ikhwan dari ikhwan...

    BalasHapus
  3. hhmmm.....jd pengen tahu jalan pikiran yang akhwat juga.... ya ditunggu tulisannya di blog ini, btw keren2 tulisannya...

    BalasHapus
  4. bahasanya sangaaaar... lumayan lah otaknya rada keperes :)

    BalasHapus

Ayo berdiskusi