Beberapa waktu yang lalu, saya
dengan beberapa teman lain juga, menemani Triany Rizky Arifanti-13412111 untuk
menjalani rangkaian seleksi ketua kaderisasi inisiasi MTI ITB 2014. Saat itu
saya menyadari satu hal yang berharga mahal. Satu yang menjadi nyawa dari visi
yang dia bawa yakni kemauan belajar. Ya, ‘kemauan belajar’ bernilai mahal
karena menurut saya tidak
semua orang bisa selalu ada dalam posisi itu. Saat kita sedang ada dalam posisi
mau untuk belajar, saat itu pula pikiran, hati, dan fisik kita siap menerima
segala hal yang masuk ke kita. Tidak ada penolakan sesedikit apapun, karena
niat kita ada untuk menerima.
Hal ini sejalan dengan salah satu
materi yang pernah saya diskusikan dengan beberapa adik calon mentor OSKM ITB
2014. Materi pola pikir terbuka. Disana disampaikan bahwa,
Pola pikir terbuka merupakan
sebuah keadaan ketika, meskipun kita berpikir bahwa kita benar, kita juga harus
berpikir bahwa kita bisa saja salah dan kita tetap mau untuk mendengarkan sudut
pandang lain bahkan untuk sudut pandang yang bertentangan. (Madhvi,
Urbandictionary.com, 6 Juni 2014).
Berangkat dari sini,
Saya sadar, ketika sedang merasa
puas pada apa yang telah kita dapatkan sebelumnya, ketika itu pula saya semakin
menutup diri pada ilmu-ilmu baru yang mungkin bisa mendewasakan.
Saya sadar akan pernyataan di
atas setelah melalui sekian proses pengkaderan, baik di SMA ataupun di kampus
selama dua tahun ini. Proses yang saya lalui membuat saya mendapat banyak
cermin akan diri saya sendiri. Ini yang saya sebut dengan 'kaderisasi membawa
kita untuk mengenal diri'. Ya, karena kita sendiri tau, banyak metode
kaderisasi yang diterapkan di banyak tempat. Nah dari situ, secara alami ketika
kita ada di posisi yang dikader, akan memberikan respon yang bermacam pula kan?
Walaupun mungkin emosinya sama. Tapi mari sejenak pikir dan rasakan, respon
kita adalah ukuran sampai mana diri kita telah dewasa menghadapi konflik di
luar pemikiran kita. Teridentifikasilah diri kita semakin lengkap.
Teruntuk semua pembaca yang masih
sama-sama ada di bangku kuliah. Terkhusus yang sedang dikader. Jika memang,
kemauan belajar di atas telah kita bawa, seharusnya kita semakin bersyukur
berkesempatan melalui proses kaderisasi ini. Kita diberi kesempatan untuk
memperbaiki kapasitas diri sebelum masuk ke dunia profesional. Di dunia
profesional yang ada kita benar dan dapet uang atau kita salah dan rugi.
Sedangkan disini? sekarang kita difasilitasi oleh sistem yang kita buat
sendiri. Kita bisa belajar, bermain membuat sistem, menjalankan sistem, dan
mempertahankan parameter keidealan yang kita buat. Bisa saling menghujat dan
memuji. Kita, dalam arti masih sesama mahasiswa juga yang melaksanakan.
Idealisme yang kita bawa dalam proses ini juga idealisme hasil pembelajaran dan
kesepakatan kita bersama. Kita sesama mahasiswa. Tidak ada patokan salah dan
benar untuk yang dikader ataupun pengkader karena masih sama-sama belajar
statusnya. Yang ada pembelajaran dari ketidakidealan.
Lalu untuk para penyelenggara
kader, disini kita juga banyak dibawa untuk belajar. Belajar melihat dari
berbagai macam sudut pandang kebutuhan. Belajar membawa nilai yang telah kita
sepakati untuk dititipkan pada adik-adik kita. Menjaga idealisme dari
perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian. Lagi- lagi karena ini saya sebut sebagai
belajar, sebutuh itu pula untuk punya niat kesana dengan pola pikir terbuka.
Sedikit saja kita sebagai pengkader menutup diri dan berpikiran bahwa kita
selamanya benar sebagai kakak, selama itu pula adik-adik yang kita kader tidak akan terpancing untuk ingin
tau lebih dalam tentang nilai-nilai kita. Karena adik-adik kita tidak butuh banyak ilmu
teoritis, mereka pasti sudah
punya juga dari banyak sumber, yang mereka perlu adalah kerelaan kita untuk mau
berbagi lebih. Berbagi lebih dengan sama-sama berniat untuk saling bertukar
sudut pandang. Berbagi apa yang telah kita petik selama kita ada lebih dahulu
dari mereka.
Sampai disini, anda boleh
berkesimpulan untuk setuju atau tidak. Karena segala bentuk pernyataan diatas,
mungkin hanya terjadi pada diri saya. Dan tidak selamanya semua orang setuju dan akan mengalami hal yang
sama.
Ada banyak cara untuk mengenal
diri. Salah satunya dengan kaderisasi. Ya. Kaderisasi, belajar untuk mengenali
diri kita ini siapa dan seperti apa. Tidak muluk-muluk, kaderisasi sesederhana
berbagi :)
Selamat berpetualang !
18 July 2014 at 00:54
Ega Zulfa Rahcita
Baru aja blogwalking, nemu blog ini. Isinya berbobot sekali. Tujuannya apasih?
BalasHapusterima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak...semoga dapat mengambil manfaat.
BalasHapuscoba dibaca dahulu
http://transmisikan.blogspot.com/2014/07/muqaddimah-transmisi.html