Jumat, 18 Juli 2014

Belajar Mengenali Diri

Beberapa waktu yang lalu, saya dengan beberapa teman lain juga, menemani Triany Rizky Arifanti-13412111 untuk menjalani rangkaian seleksi ketua kaderisasi inisiasi MTI ITB 2014. Saat itu saya menyadari satu hal yang berharga mahal. Satu yang menjadi nyawa dari visi yang dia bawa yakni kemauan belajar. Ya, ‘kemauan belajar’ bernilai mahal karena menurut saya tidak semua orang bisa selalu ada dalam posisi itu. Saat kita sedang ada dalam posisi mau untuk belajar, saat itu pula pikiran, hati, dan fisik kita siap menerima segala hal yang masuk ke kita. Tidak ada penolakan sesedikit apapun, karena niat kita ada untuk menerima.

Hal ini sejalan dengan salah satu materi yang pernah saya diskusikan dengan beberapa adik calon mentor OSKM ITB 2014. Materi pola pikir terbuka. Disana disampaikan bahwa,

Pola pikir terbuka merupakan sebuah keadaan ketika, meskipun kita berpikir bahwa kita benar, kita juga harus berpikir bahwa kita bisa saja salah dan kita tetap mau untuk mendengarkan sudut pandang lain bahkan untuk sudut pandang yang bertentangan. (Madhvi, Urbandictionary.com, 6 Juni 2014).

Berangkat dari sini,

Saya sadar, ketika sedang merasa puas pada apa yang telah kita dapatkan sebelumnya, ketika itu pula saya semakin menutup diri pada ilmu-ilmu baru yang mungkin bisa mendewasakan.

Saya sadar akan pernyataan di atas setelah melalui sekian proses pengkaderan, baik di SMA ataupun di kampus selama dua tahun ini. Proses yang saya lalui membuat saya mendapat banyak cermin akan diri saya sendiri. Ini yang saya sebut dengan 'kaderisasi membawa kita untuk mengenal diri'. Ya, karena kita sendiri tau, banyak metode kaderisasi yang diterapkan di banyak tempat. Nah dari situ, secara alami ketika kita ada di posisi yang dikader, akan memberikan respon yang bermacam pula kan? Walaupun mungkin emosinya sama. Tapi mari sejenak pikir dan rasakan, respon kita adalah ukuran sampai mana diri kita telah dewasa menghadapi konflik di luar pemikiran kita. Teridentifikasilah diri kita semakin lengkap.

Teruntuk semua pembaca yang masih sama-sama ada di bangku kuliah. Terkhusus yang sedang dikader. Jika memang, kemauan belajar di atas telah kita bawa, seharusnya kita semakin bersyukur berkesempatan melalui proses kaderisasi ini. Kita diberi kesempatan untuk memperbaiki kapasitas diri sebelum masuk ke dunia profesional. Di dunia profesional yang ada kita benar dan dapet uang atau kita salah dan rugi. Sedangkan disini? sekarang kita difasilitasi oleh sistem yang kita buat sendiri. Kita bisa belajar, bermain membuat sistem, menjalankan sistem, dan mempertahankan parameter keidealan yang kita buat. Bisa saling menghujat dan memuji. Kita, dalam arti masih sesama mahasiswa juga yang melaksanakan. Idealisme yang kita bawa dalam proses ini juga idealisme hasil pembelajaran dan kesepakatan kita bersama. Kita sesama mahasiswa. Tidak ada patokan salah dan benar untuk yang dikader ataupun pengkader karena masih sama-sama belajar statusnya. Yang ada pembelajaran dari ketidakidealan.

Lalu untuk para penyelenggara kader, disini kita juga banyak dibawa untuk belajar. Belajar melihat dari berbagai macam sudut pandang kebutuhan. Belajar membawa nilai yang telah kita sepakati untuk dititipkan pada adik-adik kita. Menjaga idealisme dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian. Lagi- lagi karena ini saya sebut sebagai belajar, sebutuh itu pula untuk punya niat kesana dengan pola pikir terbuka. Sedikit saja kita sebagai pengkader menutup diri dan berpikiran bahwa kita selamanya benar sebagai kakak, selama itu pula adik-adik yang kita kader tidak akan terpancing untuk ingin tau lebih dalam tentang nilai-nilai kita. Karena adik-adik kita tidak butuh banyak ilmu teoritis, mereka pasti sudah punya juga dari banyak sumber, yang mereka perlu adalah kerelaan kita untuk mau berbagi lebih. Berbagi lebih dengan sama-sama berniat untuk saling bertukar sudut pandang. Berbagi apa yang telah kita petik selama kita ada lebih dahulu dari mereka.

 
Sampai disini, anda boleh berkesimpulan untuk setuju atau tidak. Karena segala bentuk pernyataan diatas, mungkin hanya terjadi pada diri saya. Dan tidak selamanya semua orang setuju dan akan mengalami hal yang sama.

Ada banyak cara untuk mengenal diri. Salah satunya dengan kaderisasi. Ya. Kaderisasi, belajar untuk mengenali diri kita ini siapa dan seperti apa. Tidak muluk-muluk, kaderisasi sesederhana berbagi :)

Selamat berpetualang !

18 July 2014 at 00:54




Ega Zulfa Rahcita

2 komentar:

  1. Baru aja blogwalking, nemu blog ini. Isinya berbobot sekali. Tujuannya apasih?

    BalasHapus
  2. terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak...semoga dapat mengambil manfaat.

    coba dibaca dahulu

    http://transmisikan.blogspot.com/2014/07/muqaddimah-transmisi.html

    BalasHapus

Ayo berdiskusi