Selasa, 29 Juli 2014

KSAI Movement

Segala puji hanya bagi Alloh yang telah memberi hidayah kepada kita, dan tidaklah kita berada di jalan yang benar kelau saja Alloh tidak memberikan hidayah-Nya kepada kita. Segala puji hanya bagi-Nya yang telah menutup aib hamba-Nya di siang dan malam hari dan memberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki amalannya.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad ; imam para mujahidin, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang berjihad di jalan dakwah hingga Hari Kiamat.

Semenjak awal kita selalu bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Alloh, yang Maha Tunggal, dan tidak ada sekutu bagi-NYA. Kita pun bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Bersekolah di SMA 1 adalah sebuah hal yang sangat  mewah yang kita dapatkan. Barangkali, banyak diantara kita, yang sebelumnya di waktu SMP adalah penjahat ulung di tengah-tengah anak-anak SMP, adalah seorang pendengki, provokator kejahatan-kejahatan, adalah seorang yang tak punya pendirian, prinsip, dan idealisme. Barangkali pula, banyak diantara kita menganggap masa remaja awal, masa SMP adalah masa jahiliyah yang bila kita mengingatnya selalu merasa “aku tidak habis pikir kenapa  dahulu kita seperti itu”. Dan tentu, masih barangkali pula, di antara kita ketika akhir SMP-nya ada hasrat ingin melanjutkan sekolah di SMA 1, lalu  telah berazam, bertekad untuk keluar dari gelapnya masa, menuju cahaya perbaikan diri. Sekali lagi, barangkali diantara kita yang bertekad itu, ada yang kemudian menyambut cahaya Islam dengan bersegera, bergegas, takut ajal segera menjemput. Menjadikan orang lain bertanya-tanya, “ sejak kapan dirimu berubah seperti ini? Setahuku dulu engkau adalaha seorang....”. Sungguh sebuah kejadian yang sangat menakjubkan, ibarat seoarang penjahat yang kini menjadi penjahatnya penjahat, seekor cacing yang menjadi ular naga, atau mutiara yang telah dibersihkan dari lumpurnya. Sebagaimana dalam sebuah hadist, “ Manusia itu ibarat logam mulia (seperti emas dan perak). Yang terbaik di masa jahiliyyah, akan menjadi terbaik di masa islam, jika mereka berilmu. Hadist Riwayat Bukhori no 1238).

SMA N 1 Yogyakarta adalah sekolah yang telah meluluskan banyak orang-orang hebat yang kemudian melanjutkan perjuangan menegakkan dienul Islam. Sebab, di sekolah Negeri ini banyak hal-hal besar terjadi, yang kadang tak pernah direkam dengan tulisan. Namun diturunkan melalui lisan dengan lisan. Tiga tahun berlalu, dengan tiap tahun, bahkan tiap semester selalu bisa kita uraikan secara definitif apa-apa yang bisa kita lakukan, dan apa-apa yang bisa kita kerjakan.

Namun, tiga tahun yang penuh dengan romantisme kenangan kini sudah berlalu. Setelah acara wisuda telah terlaksana, kita resmi telah diluluskan, telah resmi beranjak pergi untuk menuntut ilmu dijenjang yang lebih tinggi (bagi orang-orang yang memutuskan untuk melanjutkan kuliah). Sebuah pertanyaan mendasar bagi kita, “ Setelah ini, lalu apa?”.

Bagi kita, yang telah resmi lulus, dan beranjak ke lingkungan baru, hampir bisa dipastikan akan terkaget-kaget melihat  kondisi ini tak sebahagia dulu, tak senyaman dahulu, dan tak seindah dulu kala. Perjalanan awal dimulai dengan ospek di kuliah, yang orang bilang, “ wis to nek wis tau melu GVT ki ospek mung marakke keri (geli)” ( jelas bukan ospek yang hewani yang sampai merenggut nyawa, lho ya). Gambaran indah GVT dengan segala pernak-perniknya kembali memaksa untuk dikenang kembali. Setiap kita yang bertemu dengan sahabat lama di SMA selalu saja berkeluh kesah, tentang dunia kuliah. Ketika penanaman prinsip dan Idealisme di GVT dilakukan secara rapi, halus, dan begitu indah. Di ospek perkuliahan kita dipaksa untuk memiliki sebuah gambaran idealisme yang begitu utopis (berangan-angan) yang bahkan kita sendiri tak bisa membayangkan. Kerasnya kehidupan kuliah membuat sebuah dilema yang begitu mengusik hati, hanyut dengan kerasnya lingkungan kuliah, atau bertahan dengan segenap semangat.

Tiga tahun kini benar-benar telah berlalu. Generasi-generasi dalam sebuah angkatan berganti tanpa bisa kita hentikan. Karena ini adalah sebuah sunnatulloh, bahwa waktu akan terus berjalan tanpa bisa kita hentikan, tanpa bisa kita putar kembali menuju masa lampau. Pernahkah kita merenungi berbagai pelajaran yang begitu banyak di SMA 1 itu? Kenapa, di SMA, ketika umur masih begitu muda belia, kita semua diusahakan untuk dicetak menjadi generasi yang kuat secara aqidah, jasad, pemikiran, kematangan ilmu dan berfikir?

“Pada setiap periode sejarah, generasi muda merupakan rahasia kekuatan umat, tiangnya kebangkitan, serta pusat-nya kekayaan, kebanggaan, dan kemuliaan. Di atas pundak merekalah masa depan umat terpikul, karena pemuda memiliki banyak keistimewaan tersendiri, baik dari segi keberanian, kecerdasan, semangat, maupun dari kekuatan jasmaninya. Sifat-sifat itulah yang dianggap sesuai untuk memimpin, mengelola, membangun, dan meningkatkan peradaban umat.

Pada periode lahirnya syariat Islam yang dibawa Muhammad, generasi muda memegang peranan sangat penting dalam menyebarluaskan dakwah islamiyah ke pelosok-pelosok. Merkalah yang memimpin tentara Islam dalam menaklukkan negeri-negeri dengan umat yang tidak bertuhan, generasi mudalah yang telah membawa rahmat Tuhan yang berupa hidayah kepada umat atheis, agar mereka mau hidup bermasyarakat  di bawah undang-undang yang haq. Dan generasi muda akan tetap memegang peranan penting, selama umat Islam terus hidup.[1]”

Masa SMA tentulah masa emas seorang manusia yang mana disebut sebagai pemuda. Pemuda yang nantinya akan dewasa dan mewarisi estafet perjuangan, tampuk kepemimpinan kemudian akan sampai di tangan mereka. Maka, dakwah SMA merupakan usaha untuk melahirkan generasi dan pemimpin EMAS. Generasi EMAS yang  mewarnai kehidupan anak-anak SMA, yang juga nantinya akan mewarnai lingkungan kampus, kampung, menghidupkan masjid-masjid di masyarakatnya dengan cahaya islam. Dan Pemimpin-pemimpin itu akan lahir dari sini, belajar untuk berjuang menegakkan membumikan Islam di SMA-nya, lalu menjadi penggerak perubahan setelah lulus yang didukung oleh generasinya. Artinya, mendidik pemuda sama artinya menanam benih-benih unggul yang akan berbuah kemenangan In syaa Alloh.

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”  [Al- Kahfi ayat 13]

Tiga tahun sudah berlalu. Barang kali, kita sering lupa, bahwa selain dari guru, para pelajar (kita dahulu) yang berjuang dalam menciptakan cita-cita  Teladan Daarussalaam, ada banyak sosok alumni dibaliknya yang berjuang sepenuh hati, memberikan segala fasilitas dengan  yang diusahakan dengan bersusah payah. Ketika kita dikenalkan lingkungan SMA 1 oleh pendamping SAA (kakak kelas), lalu diajari bagaimana berkasih sayang oleh pansus GVT (kakak kelas) dan minimal selama 8 bulan ada kakak alumni yang telah meluangkan, memprioritaskan waktunya untuk pelajar (kita dahulu). Berusaha memberikan -apa yang telah juga diberikan generasi sebelumnya- banyak kefahaman, seperti pandangan hidup seorang muslim, bagaimana berorganisasi dengan baik, bagaimana mengelola hati dengan baik, bagaimana berda’wah di keluarganya, dan bagaimana mewujudkan cita-cita Teladan Daarussalaam.

Tiga tahun sudah berlalu, dan dari manakah pasukan pembawa cinta itu, yaitu para alumni?. Dahulu kala, sekitar tahun 1993, muslim alumni-alumni  yang resah dengan keadaan umat islam, lebih khusus keadaan generasi muda bangsa ini, telah berkumpul dengan tekad membara. Lahirlah KSAI Al- Uswah, (Kelompok Studi dan Amaliyyah  Islamiyyah). Yang sampai sekarang masih tetap berdiri, dengan segala dinamika yang ada. Untuk memberikan cintanya kepada sang adik-adik karena Alloh. Menginginkan sang adik untuk menjadi lebih baik dari pada mereka. Bukankah kita dahulu pernah bertemu dengan bagian dari mereka? KSAI Al- Uswah.

Karena tiga tahun sudah berlalu kawanku, dan kita telah menanggalkan seragam putih abu-abu. Marilah kita menyambut seruan itu. Seruan untuk kembali ke SMA 1 dalam rangka Reuni Perjuangan, “Sekali Lagi kita akan Berjuang, di KSAI Al-Uswah”.  Dan tiga tahun sudah benar-benar berlalu, bayangkan kawanku, bila angkatan baru kita tempa selama itu. Bayangkan kawanku, bila kita mencetak ratusan pemimpin “Agent of Change yang siap berjuang di kampus, di kampung, di instansi-intstansi dan lembaga lembaga, serta tak lupa untuk ada kembali  ke SMA 1 untuk menjaga system, maka bisa dibayangkan peradaban islam akan segera tampil kembali, menjadi Rahmatan lil ‘alamin dan semua itu berawal dari SMA N 1 Yogyakarta.

[Epilogue]

Harapan,
Cita-cita,
Generasi Baru,
Asa tanpa jeda,
Tuk menggapai Surga

Berapa tahunkah telah kita lalui di tempat ini?
Sejak dulu kita pertama menginjakkan kaki,
Hingga saat ini. Saat kita telah mengenalnya:

Sudut-sudut sepi di sekolah ini,
Cermin-cermin muram dengan coretan jenaka.

Entah sampai kapan, kita akan berjuang di sini.

Kita bukan manusia pertama.
Pun sepertinya juga bukan insan terakhir.
Ya, kita adalah manusia perantara.

Maka layaknya teladan umat manusia
Shalawat serta salam untuknya

Entah itu kemenangan Badar
Atau Uhud yang menggores luka

Kita harus tetap ada.
Istiqamah di jalan-Nya.[2]





Wallohu’alam.

Dari Abangmu teruntukmu, kita akan mengenang kembali Romantisme Perjuangan kita. Walau seragam putih abu-abu telah kita tanggalkan.

Godean, 3 Syawal 1435 Hijrah Nabi.
Adnan Rifai







Sumber,


dari buku yang berjudul asli “Musykilatun fi Thoriq Asysyabaabi”,di terjemahkan, “Onani: Masalah Anak Muda”, bab Pendahuluan, karya Shaleh Tamimi.


Cover Modul Mentoring SMA N 1 YK, 2013/3014 oleh Haidar Muhammad.

2 komentar:

  1. Dikasih read more dong kak, biar nyaman lihatnya...

    BalasHapus

Ayo berdiskusi