Senin, 14 Juli 2014

Resume Dialog Intelektual #3

[Prolog-Kurindu Senyum Itu]

Sore itu,

Bedah SKL untuk persiapan ujian sudah mulai membosankan dan akhirnya teristirahatkan dengan adzan Ashar. Kuputuskan untuk nylonong keluar kelas untuk sholat ashar berjama'ah di Masjid sekolah tercinta.Seusai sholat, biasa, kusapa adik-adikku tercinta yang kulihat biasa berkumpul di masjid dari pulsekteng

"Piye kabare dek?" (dengan tersenyum) (Ini pertanyaan paling mainstream di sekolah kami)

"Alhamdulillah mas, apik-apik wae" (dijawab dengan senyum manis menurut rupa)

Aaah, senyumnyaa.. Manis kata orang, tapi ini bukan senyum yang kunanti. Entah mengapa aku tidak melihat kehangatan dalam senyumnya walaupun sudah bisa dikatakan manis. Seakan-akan senyumnya berkata.

"Alhamdulillah mas, apik-apik wae"
Bukan berkata

"Alhamdulillah mas, apik insyaAllah. Iki aku lagi berjuang, dongakke yo mas!"

Dari tatapan matanya, bibirnya, dan ekspresinya tak kulihat senyum hangat itu. Sore itu, kusadari senyum hangat itu tidak bisa dibuat dalam sekejap. Senyum hangat hanya bisa muncul ketika seseorang sedang memikul beban. Dan ternyata sulit untuk dijelaskan -___- Arrgghh!
Mudahnya, bandingkan saja senyumnya Pak Karno atau Pak Harto atau mungkin Pak Prabowo dengan artis-artis yang ada di layar kaca. Pokoknya beda! (sedikit maksa)

Dan senyumannya ketika itu bukan senyum yang kurindu sedangkan beban-beban itu sudah cukup menjadi alasan dalam kehangatan senyum

Malam itu,

"Dialog intelektual" (ngobrol kalo bahasa gampangynya) kami menceritakan aktifitas dan perjuangan kami di masa putih-abu-abu. Kakak kami bercerita:

"Mbiyen ki pas jamanku nek mikir PTB ki yo ngasi do nangis-nangis"
Akupun tak mau kalah:

"Aku mbiyen mikir GVT yo tekan stres mas, nganti aku ngompol terus ning omah. Takono ibuku"

Dan kemudian banyak cerita darah dan tetes air mata kami. Hingga sampai pada sebuah celetukan

"Sik-sik, kok keto'e ki sing do nggetih ki kok dudu programe POH yo? Kowe ning POH tau ngrasakke ngene ra?"

Serempak menjawab:

"ORA"

"Kalaupun ada beban, bukan ummat yang dipikirnya. Namun kok begini ya kondisi organisasiku" Itu gumamku.

Aneh,



Bersambung...

14 Juli 2014


Ja’far Ayyasy


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi