Jumat, 28 November 2014

Sketsa: Kau Kenal Aku?

Oleh: Adnan Rifai

Suatu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khattab ingin menilai seorang laki-laki yang datang kepda beliau memohon agar diberi jabatan dalam pemerintahan, Umar berkata, “Bawa orang yang mengenalmu ke sini!”

Lelaki itu pulang dan kembali membawa seorang teman. Lalu umar bertanya kepada orang itu, “ Apakah kau kenal orang ini?”

“Ya”

“Apakah engkau tetangganya, dan tahu keadaan sebenarnya?”, Umar bertanya.

“Tidak,” kata orang itu.

“Apakah engkau pernah menemaninya dalam perjalan, sehingga tahu pasti perangai dan akhlaknya...?”

“Tidak.”

“Apakah engkau hanya mengenalnya ketika dia berdiri dan duduk di Masjid?”

“Ya.”

“Enyahlah Engkau dari sini. Engkau tak mengenalnya....”

Lalu Umar menoleh kepada laki-laki itu dan berkata, “Bawa lagi orang yang benar-benar mengenalmu ke sini.”

Dalam riwayat lain dikatakan, ada seseorang berkata kepada Amirul Mukminin Umar Bin Khattab bahwa si fulan itu seseorang yang jujur. Maka beliau bertanya, “Apakah engkau pernah menempuh perjalanan yang jauh bersamanya?”

“Tidak”

“Apakah pernah terjadi permusuhan antara kau dan dia?”, tanya Umar Bin Khattab.

“Tidak”.

“APakah engkau pernah memberinya amanat?”

“Tidak.”

“Kalau begitu”, kata Umar, “Kau tidak mengenalnya  selain melihatnya mengangkat dan menundukan kepalanya di Masjid.”

***

Apakah mungkin, selama ini kita tak mengenal seorang pun. Juga tak dikenal oleh seseorang pun? –bahkan kepada kedua orang tua? Na’udzubillah. Kita mengaku, telah menjadi sahabat dari beberapa orang yang kita cintai, namun seberapa lama dan seberapa dekat kita mengiringinya dalam menempuh perjalanan ini? Perjalanan  nun jauh maupun perjalanan kehidupan?

***

“Andai dakwah bisa tegak dengan seorang diri, maka tak perlu Musa mengajak Harun. Tak perlu pula Rasulullah mengajak Abu Bakar untuk menemani Hijrah. Meskipun pengemban dakwah adalah seorang yang ‘alim, faqih, dan memiliki azzam yang kuat, tetap saja ia manusia lemah yang akan selalu membutuhkan saudaranya. Peliharalah saudaramu, jangan abaikan keberadaannya di sisimu, sebab mungkin ialah bagian dari lingkaran doa yang melingkupi langkahmu.”

***

Kenalilah mereka, tak hanya sebatas nama dan alamat. Sebab jika engkau tahu latar belakangnya, dimana dan bagaimana  mereka dibesarkan, engkau akan lebih bijaksana. Karibmu penuh cacat, cela,dan serba kekurangan. Begitu juga denganmu. Setiap insan punya kekurangan. Dengan bersamalah, setiap cela, cacat, dan kekurangan akan saling tertutupi.

***

Meski, kita tak akan bisa mengenali orang lain lebih dari kita mengenali diri kita. Sebab bagaimana mungkin kita membaca isi hati orang lain? Tetapi, kadang kala kita juga menemui saat-saat di mana tak mengenal siapa sebenarnya diri ini. “Dalam dekapan ukhuwah,” Ustadz Salim menjelaskan, “Allah akan menganugerahkan kepada kita sahabat – sahabat yang kadang lebih mampu menilai kita dari pada diri sendiri.”. Sadarkah bahwa kita tak pernah melihat diri kita. Melihat saat bercanda, berbicara, diam. Maka bercerminlah kepada siapa saja yang dekat dengan kita. Karena sikap mereka adalah cerminan tingkah laku kita.

“Secara pribadi, kadang kita memang bias dan menjadi tak jujur dalam mengenai diri.", lanjut beliau, "Kita menilai diri sendiri berdasar apa yang bisa kita perbuat. Orang lain menilai sesuai dengan apa yang telah kita lakukan.”

***

"Aku merasa sendiri, diantara lautan manusia yang entah sibuk dalam dunianya". Drama kesendirian acapkali menyiksa mereka yang mulai putus asa, atau kecewa. Sebuah fragmen dari cerita besar yang paling menyayat.

Sayangnya, drama kesendirian sering dibuat sendiri oleh para pemeran. Seakan ia benar-benar sendiri, mengabaikan segalanya yang ada, dan berharap kepada yang selalu memberi kekecewaan. Manusia.
Apakah kita lupa, bahwa Nabi Musa berdo'a meminta teman dalam mengemban misi? Maka Musa dan Harun berangkat bersama dalam suka dan cita.

Maka berharaplah, berdo'alah kepada Alloh, yang tidak pernah menyia-nyiakan siapapun yang mengharapkan keridhaan-Nya, dan tidak pernah menampik siapa pun yang memanjatkan do’a kepada-Nya. Segala puji hanya bagi-Nya, yang dengan segala taufik dan pertolongan-pertolongan-Nya semata, apapun wujud kepentingan, pasti dapat dilaksanakan dengan sempurna. Segala puji hanya bagi Alloh yang telah menciptakan segala sesuatu, lalu menyempurnakan penciptaannya, dan yang telah menetapkan takdir lalu menurunkan petunjuk bagi para hamba-Nya.


Wallohu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi