Jumat, 11 Juli 2014

Sebuah Organisasi

Sebuah organisasi berawal dari komunitas. Komunitas berawal dari perkumpulan orang-orang yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda lalu memutuskan berjalan bersama dalam meraih tujuan yang sama. Secara “fitroh” sebuah komunitas akan berusaha untuk menjadi sebuah organisasi untuk diakui. Tidak hanya eksistensinya tetapi juga segala kegiatannya.

Hal ihwal melatarbelakangi sebuah komunitas menjadi organisasi tidak hanya menyoalkan tentang eksistensi. Komunitas yang telah menjadi organisasi yang memiliki AD/ART (Anggaran Dasar /Anggaran Rumah Tangga), susunan pengurus, dan program kerja akan memiliki potensi lebih besar untuk terus berkembang. Dengan menjadi Organisasi, akan lebih memudahkan untuk menjalin kerja sama dengan yang lainnya karena telah memiliki kejelasan yang bisa menambah kepercayaan. Orang-orang akan lebih tertarik untuk bergabung untuk bersama-sama meraih tujuannya ketika telah menjadi organisasi. Organisasi juga menambah perlindungan dari pembubaran yang mengancam. Sebab, bisa saja ketika berbentuk komunitas dicurigai perkumpulan yang membahayakan.

Begitu yang terjadi dalam komunitas Genk SMA, bisa dengan mudah pihak sekolah membubarkannya dengan segera setelah merasa tercium merupakan perkumpulan anak-anak nakal. Maka kita perlu lebih jeli lagi dalam melakukan pembubaran demi pembubaran kelompok Genk, sebab bisa saja mereka telah berubah menjadi organisasi yang kuat. Tentu tidak akan pernah menemui organisasi bernama “Genk Kobra SMA XXX”. Kelompok Genk yang telah menjadi organisasi biasanya menempel seperti benalu kepada organisasi lain, semisal TONTI. Sehingga mereka lebih aman dalam berkegiatan juga dalam mengkader para penerusnya.

Ada hal yang sangat menarik ketika suatu komunitas berubah menjadi organisasi yang patut kita pelajari. Dalam masa komunitas, Rasa memiliki terhadap kelompoknya sangat begitu kental. Entah itu Rasa memiliki yang masih masih baik (tidak membahayakan) atau Rasa memiliki ekstrim terhadap kelompoknya yang memicu konflik yang pahit dengan kelompok diluarnya.

Rasa memiliki yang dimaksud adalah ketika ada ikatan hubungan dan solidaritas. Tidak bisa disebut Rasa memiliki jika hanya terjadi ikatan hubungan tanpa adanya solidaritas. Begitu juga solidaritas tanpa hubungan yang mengikat tidak bisa disebut Rasa memiliki. Ikatan hubungan mudah saja dibangun, dengan cara berkumpul bersama dan mendeklarasikan bahwa kita akan membentuk hubungan. Namun, dengan mendeklarasikan tidak semerta-merta memunculkan solidaritas. Solidaritas paling baik muncul ketika memenuhi tiga kriteria yaitu mempunyai: common purpose (tujuan bersama), common enemy (musuh/penghambat yang sama), common strategy (persamaan cara untuk mencapai tujuan).  

Pada fase komunitas, ikatan dan solidaritas begitu kuat dikarenakan kepahaman yang utuh tentang tujuan, penghalang, dan strategi. Pemahaman yang utuh dikarenakan semua kegiatan diadakan bersama tanpa ada pembagian tugas spesifik, semua serba spontan. Berbagai permasalahan dibahas tidak dengan rapat yang dingin, melainkan dibahas dalam obrolan angkringan, di tengah perjalanan di kendaran motor, dan berbagai situasi yang tidak kaku. Sebab dalam fase komunitas sebuah system belum terbentuk. Keteraturan dalam kegiatan masih kurang baik, semua serba spontan. Namun segala kegiatan dilakukan oleh hampir semua orang yang berkumpul dalam komunitas, tanpa adanya pembagian yang jelas tugas-tugas, semua serba spontan dan jalan.

Komunitas yang kemudian memutuskan untuk menjadi organisasi dengan berbagai pertimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya, tanpa tersadar ada banyak hal yang kemudian dapat mengancam kelangsungannya. Generasi pertama, hingga puncaknya masih memiliki Rasa memiliki –ikatan hubungan dan solidaritas- yang masih dibilang utuh. Masalah mulai bermunculan ketika suatu organisasi merasa di puncak-puncaknya. Pertama adalah ketika Visi,Misi, dan Tujuan mulai ditransformasi ke dalam susunan pengurus, mulai terjadi pengkotak-kotakan tugas dalam rangka mencapai tujuan. Pengkotak-kotakan itu tercermin dari terbentuknya berbagai department dengan tugas-tugas spesifik yang telah disepakati. Setiap departemen (induk) ini menjalankan misi yang telah ditentukan.

Kenyataan yang seperti itu akan membuat Rasa memiliki yang dibangun generasi awal hingga puncak memudar. Kenapa? Pertama setiap departemen berlomba-lomba untuk memajukan departemennya sendiri yang terkadang lupa tujuan bersama dalam organisasi tersebut. Kedua, dengan adanya system, kegiatan yang ada banyak yang kemudian terkadang tidak seperti sasaran yang sesuai dengan tujuan awal semasih menjadi komunitas. Semua terjebak dengan program kerja (formalitas), yang biasanya hanya menjiplak tahun sebelumnya tanpa di kritisi terlebih dahulu, apakah masih relelevan dengan situasi dan kondisi sekarang? Ketiga,  setelah melewati masa puncak, sebuah organisasi akan timbul penyakit amnesia. Lupa akan apa? Lupa akan sesuatu hal yang begitu penting, peran apa dan peran siapa. Peran yang dimaksud adalah kaderisasi, transfer visi, misi, tujuan, oleh pengurus/generasi sebelumnya. Mereka melupakan itu, dan berbangga-bangga dengan generasi setelahnya. “Jamanku dulu keren nggak kayak sekarang, amburadul”. Kondisi organisasi yang amburadul akan semakin amburadul.

Dengan demikian sebuah organisasi tidak bersifat statis dan linier atau semakin kekinian sebuah organisasi akan semakin sempurna. Bahkan kita akan sering menemui sebuah organisasi yang mengalami siklus seperti makhluk hidup, lahir, mencapai titik puncaknya kemudian menua dan pada akhirnya mati. Namun sebuah organisai yang telah mati ini tidaklah mati selamanya, sebuah organisasi ini akan kembali bangkit (terlahir kembali), kemudian mencapai titik puncak kembali,kemudian menua dan pada akhirnya mati kembali. Sebuah siklus yang kita temui di mana jangka waktu tiap organisasi itu berbeda-beda. Maka bukan berarti kita memasrahkan pada keadaan yang ada. Dengan mengetahui siklus itu, maka kita akan tahu bagaiamana atau tindakan apa yang pas dilakukan dalam setiap fase. Bukan juga berarti kita pasrah harus mengikuti siklus yang ada. Siklus itu ada ketika tak ada (1) pewarisan atau kaderisasi, dan (2) orang yang peduli.

Organisasi lahir pertama kali dalam bentuk komunitas, lalu komunitas mendeklarasikan dirinya sebuah organisasi, organisasi tersebut kemudian mencapai pada masa puncaknya, lalu para generasi emas yang gagal melakukan kaderisasi akan membangga-banggakan dirinya sebagai kambing hitam atas kegagalan kaderisasi. Organisasi kemudian menua dan akhirnya mati. Mati tinggal jasadnya saja, tinggal namanya saja. Namun ruhnya sudah tiada.

Namun jasad-jasad mati organisasi itu tidak selamanya akan mati, ia akan terlahir kembali seiring dengan berkumpulnya orang-orang yang tersadar bahwa organisasi yang mereka miliki telah mati. Tidak mungkinnya untuk mengharapkan warisan dari generasi sebelumnya, mereka lalu melakukan kaderisasi secara mandiri. Ia kemudian muncul sebagai komunitas dalam jasad organisasi yang telah mati. Menjadikannya sebagai awal dari kebangkitan (terlahirnya) dari organisasi yang telah mati.

Maka kita beruntung di dakwah sekolah ada konsep yang memungkinkan selalu ada komunitas-komunitas dalam organisasi, artinya organisasi akan selalu muda, dan muda artinya akan memunculkan progresivitas yang kondusif. Sebuah organisasi lantas tak akan merasa berada pada puncak kejayaan.

Masalahnya, lalu bagaimana bila komunitas di dalam organisasi itu telah tua?
Acong kemudian menjadi salah satu alternatifnya. Nah apa itu acong?

To be continued.... in syaa Alloh.


Sleman, 11 Juli 2014


Adnan Rifai


3 komentar:

Ayo berdiskusi