Rabu, 19 November 2014

KEEP YOUR HEAD UP! :)

“Kalau sedang butuh semangat, saya pasti kembali ke lantai hijau itu, sekolah yang teduh oleh cemaranya itu.Di sana ada apa?

Di sana ada realita.”

oleh: 
Zahrin Afina, 
KPPI-KSAI 1435

Sebagai seorang akademisi dengan jadwal penuh, atau bahkan organisator yang sok sibuk, kita sering terpusat pada urusan diri sendiri, iya apa iya? ^.^”

Hal itu mungkin bisa membuat kita tampak apatis bagi sebagian orang, egoisbagi sebagian orang lainnya, tapi menurut saya yang paling berbahaya; kadang, ketika kita sampai terjatuh, kita akan merasa menjadi orang paling menyedihkan...dan akhirnya, terjebak dalam ketidak-percayaan diri, terjebak oleh keterpurukan. Dan itu adalah salah satu kelemahan umat Muslim saat ini. Sampai ust. Anis Matta pernah berpesan, ”kalau datang ujian yang sangat besar, salah satu yang bisa kita lakukan adalah melupakannya, Allah karuniakan kemampuan untuk itu. Dengan begitu, kita bisa menghemat energi untuk melakukan banyak tugas yang lain.”

Benar bahwa tiap orang punya masalah yang akan terus datang bak gelombang di hidupnya. Tiap orang menghadapi "perang" dalam dirinya. Bahkan Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa salah satu jihad yang utama adalah melawan diri sendiri alias hawa nafsu.

Tetapi sebelumnya, pernahkah kita menyadari, bahwa ada suatu mekanisme alamiah yang mungkin sudah berkali Allah tunjukkan pada kita: bahwa masalah dalam diri tidak harus selalu diselesaikan sendiri kok, yang perlu kita bantu benar-benar itu justru masalah orang lain, yang dengan begitu ia menjadi teringankan, ukhuwah otomatis menguat, balasan besar ikut menanti, dan tiba-tiba saja masalah diri sendiri pun –secara langsung/tidak langsung- ikut terselesaikan. Pernah kan, mengalaminya?

Sebab, bukankah seringkali masalah kita hanya akibat sikap kurang bersyukur, kufur nikmat, alias diada-adakan? Sebab, sebagai apa masalah itu hadir selalu tergantung pada sudut pandang kita terhadapnya.Dan Allah, Allah akan selalu menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya. Subhanallaah :')

Seperti itu juga halnya ketika kita membina. Apakah menjadi seorang 'murabbi' cukup dengan menghafal teori, ilmu fiqh, dan sebagainya (meskipun itu saja sudah berat --yah walaupun kayaknya kita kurang niat saja kalau sampai tidak mengejarnya di 'kandang ilmu' di Jogja ini)? Kalau diibaratkan, murabbi adalah 'syaikh' yang harus berinteraksi dengan tiap hati mad'u-nya, mengetahui latar belakang sampai alam pikiran serta permasalahan mutarabbi-nya. Karenanya, membina itu nyeni. Dalam mengenali, memahami, membantu mencarikan solusi bagi jiwa manusia yang beragam itu kreatifitas niscaya dibutuhkan. Dan dasarnya, kata Sayyid Quthb rahimahullah, adalah kepekaan. Kepekaan atau sensitifitas terhadap sesuatu baik itu perasaan maupun realita, yang menjadi konsekuensi atas kebenaran yang kita yakini dan syahadat kita, dan kesemua ini disebut mas'uliyah. M-A-S-U-L-I-Y-A-H. *Sounds familiar? Jadi tak perlu dijelaskan panjang lebar lagi ya..^^

Kemudian, last but really not least, kedekatan kita dengan Allah (ma’rifatullah –mengenalNya dengan baik, taat beribadah, dan taqwa kepadaNya) adalah ruh sebenarnya dari semua seni itu. Memang dengan apalagi kita menggapai hati jika hanya Dia Sang Pemilik dan Pembolak-balik hati?

**Yang menulis ini, sama sekali bukan berarti sudah bisa mempraktikkannya dengan sempurna. Seperti yang tadi saya bilang kan, bagaimana mau peka kalau terlalu fokus pada diri sendiri, kalau egoismenya masih selembar penuh begitu? :"

Hmm,"hidup untuk orang lain.." ya. Semoga kita tak asing ya. Sungguh kita tetap patut berusaha, karena ia termasuk ajaran Islam yang dasar, sunnah Rasulullah, yang sedari awal berkata,
"Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat. Amal yang paling dicintai Allah adalah membuat seorang muslim bahagia atau menghilangkan kesulitannya, membayarkan hutangnya, dan mengusir rasa laparnya. Berjalan bersama seorang muslim untuk memenuhi keperluannya lebih aku sukai daripada beri'tikaf di dalam masjid selama sebulan. Barangsiapa menutup amarahnya, niscaya Allah akan menutup auratnya, dan barangsiapa menyembunyikan kemarahan yang bisa ia tumpahkan jika ia berkehendak, maka pada hari kiamat Allah akan memnuhi hatinya dengan keridhaan. Barangsiapa berjalan bersama saudaranya untuk satu keperluan hingga menetapkannya untuk saudaranya tersebut, niscaya Allah akan menetapkannya ketika kaki-kaki terpeleset. Sesungguhnya akhlak yang buruk itu merusak amal, sebagaimana cuka merusak madu." (HR. Thabrani)

Ditambah lagi dengan mekanisme alamiah antar-manusia yang indah di atas, kurang baik apa Allah yang dengan lembut menuntun kita untuk membantu orang lain, hidup untuk orang lain?

Katanya dakwah juga itu kan intinya; cinta, karena ingin saudara kita sama-sama masuk surga. Atau kadang seperti membersihkan sampah yang bukan kita yang membuangnya. Maka yang namanya cinta, akan meminta segalanya darimu. Dan mari bersabar terus dalam memberi, karena kalau tidak nanti rasanya seperti diambil paksa.

Cara lain lagi untuk bangkit, adalah bertemu dengan qiyadah (pimpinan dakwah) kita.

Qiyadah yang baik adalah yang bisa membuat jundinya berkata, "Tidak ada waktu untukku mengeluh sementara beliau-beliau (para qiyadah) sedang melakukan semua yang terbaik yang mereka bisa!"

Qiyadah yang baik itu yang kedatangannya saja membuatmu renyuh oleh cinta. Ketika beliau telah terlebih dulu mengetahui kebutuhan jundi-jundinya, dapat memvisualisasikan dan mengkomunikasikan segala impian dalam misi-misi, serta bersedia untuk selalu melangkah di depan.

Karena.. beliau telah begitu berani melawan dirinya lebih keras untuk amanah ini.

Kemudian dengan atau tanpa kita sadari, cinta itu menyergap jadi rasa malu melihat diri kita yang masih berkutat dengan masalah-masalah lemah azzam, buramnya himmah (biggest concern), yang disebabkan dunia begitulah. Sedangkan mereka menjaga 'kekondusifan' itu dengan terus bekerja dalam frame dakwah, yang dengan begitu mereka 'naikkelas'.. bahwa begitu cara mereka zuhud dari dunia. Sehingga kita pun insyaf bahwa mungkin memang satu-satunya cara adalah tak sedikit pun berdiam dari aktivitas dakwah.

Ya, bersyukurlah kita jika memiliki qiyadah yang dengan izin-Nya bisa menunjukkan pada kita yang lebih sering 'mengering' ini bagaimana mencintai jalan dakwah ini dengan benar.

Ah, kalau berbicara tentang cinta, yang total di bumi ini hanya 1% dari seluruh Cinta milik Allah, teringat pula kita pada saudara-saudara Muslim di penjuru dunia.

Cinta ini yang menggerakkan tiap barisan masyarakyat Mesir untuk mengusung singgasana keadilan yang amat berat itu meski kemarin ditawan musuh dan kini --untuk sementara!- direbut. 

Cinta ini cinta yang gerakkan tiap lontaran batu mujahid-mujahid kecil di Palestina pada tank Israel, sebab satu demi satu, hampir tiap harinya, ada saudara tercinta mereka yang terbunuh syahid. Cinta mereka itu ada diantara gemuruh perang membela Masjidil Aqsha dan kerinduan membuncah untuk menyusul saudara mereka di surga, juga sebagai syuhada'.

Apa tak cukup untuk membesarkan hati, mendengar bahwa di tanah mereka, derita kalah gemuruhnya dengan Al-Qur'an dan luka-luka telah disembuhkan oleh iman..?

Well, pada akhirnya, walau sudah tahu pun, kadang ya tetap mengulang sok sibuk ya. Namanya manusia, kita hanya sering lupa..

Jadi mungkin ada perlunya kita tebalkan di buku catatan, atau tempel sekalian di deretan pesan di meja belajar atau dinding kamar; kalau rasanya mulai 'terperangkap' masalah sendiri lagi, mari bertanya tentang kepekaan diri; sudah berapa lama tidak bersinggungan langsung dengan kehidupan obyek dakwah, adik kader, atau teman seperjuangan dan pimpinan, wahai pelayan umat? 


"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karuniaNya kamu menjadi bersaudara, sedangkan ketika itu kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." QS Ali-Imran : 103

“..Dan mereka mendahulukan orang-orang lain di atas diri mereka sendiri sekalipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”QS Al-Hasyr : 9

Subhanallahi walhamdulillah.. Mahasuci, Mahamulia, dan Maha Pemurah Dia yang telah memberi banyak pelajaran berharga lewat jalan dakwah nan agung ini. Karenanya sekali lagi, sudah selayaknya kepekaan yang pada akhirnya akan membebaskan diri dari kelemahan ini diasah agar kaum Muslimin dapat memimpin umat manusia..dan semoga kita senantiasa diberi taufik untuk menjaga karunia ini, serta untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Aamiin.
Wallahu a'lam.

Yogyakarta, 25 Muharram 1436 H

aizahrin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi