Pernahkah suatu ketika, kita menyempatkan untuk menelisik
serpihan-serpihan kenangan, lempeng-lempeng duka, fragmen-fragmen kecerian dari
masa lalu. Lantas, mestinya kita terkaget-terkaget, bahwa di sepanjang
kehidupan ini, betapa hidup ini lebih banyak nasib baiknya. Nasib baik itu yang
padahal tak pernah kita merencanakannya, mengusahakkannya, atau bahkan kita tak
pernah memintanya.
Coba sejenak kita bayangkan, jika semua diukur dan dinilai
dengan matematika. Misalkan ada sebuah koin bermata dua yang dilemparkan ke
atas, maka ia berkesempatan 50 % mata uang dan 50 % bergambar. Maka bukankah
seharusnya, di setiap pagi saat berkendara mestinya, hari ini selamat, hari
esok kecelakaan. Atau pekan ini kita sehat, dan pekan depan kita sakit. Mungkin
juga tahun ini kita ceria, tahun depan kita kalut, dan sedih. Tetapi apakah
demikian?
Tiap insan muda, mungkin hanya mengharapkan ia diterima
disekolah favorit, ya itu saja. Tanpa berpikir, berencana, meminta tentang
apa-apa yang akan terjadi kedepan setelah diterima, dan resmi memasuki bangku
sekolahnya yang baru. Tetapi, bagaimana ceritanya ketika kita dipertemukan
dengan hal-hal yang begitu menyenangkan dalam hidup ini.
Tentu, senang hati ini saat aku dan
kamu, (kita) terjebak dalam "kebetulan" yang menyenangkan. Dahulu
kita tak saling mengenal, lalu (di)bertemu(kan). Awalnya saling bertegur sapa
sambil menggaruk kepala yang tidak gatal, akhirnya berjuang bersama melewati
badai-badai prahara. Para Kawan Sejati, terkadang meninggalkan bekas
luka, namun bersamanya diri ini menjadi lebih kuat dan lebih tegar. Apakah kita
pernah memintanya?
“Allah, Rabb semesta alam melakukan apapun yang Dia kehendaki,”
jelas Syaikh Abu Bakar Jabir Al- Jazairi dalam kitab ‘Aqidatul Mukmin, “
memutuskan apapun yang Dia inginkan, bagi-Nya kerajaan dan pujian, dan Dia
tidak ditanyai apa yang Dia perbuat; hal itu karena kesempurnaan ilmu,
keadilan, dan hikmah-Nya.”
Bukankah, nantinya kita, sang Hambalah yang akan ditanyai?
Tentang nikmat-nikmat, termasuk nasib-nasib baik yang diberikan kepada kita.
Tentang waktu-waktu luang kita, tentang segala hal yang diberikan kepada kita.
Syaikh Abu Bakar melanjutkan, “ Perbuatan, takdir dan putusan
Allah, semua adil dan baik. Tidak ada kezhaliman ataupun kejahatan sama sekali
dalam perbuatan, takdir, dan ketetapan-ketetapan Allah. Seperti itulah akal
memutuskan, dan seperti itulah dalil naqli menyebutkan”, Allah Berfirman
“Sesungguhnya Allah
tidak menganiaya seseorang walupun sebesar dzarrah”,
(An Nisa ayat 40) .
Maka janganlah
bersedih. Sebab kehidupan ini penuh keadilan.
***
Suatu hari hiduplah
seorang wanita, yang cantik, kaya raya, dan disegani oleh banyak orang. Ia
berperangai jahat, suka mencaci, menghardik, menista, mencerca setiap orang
yang lebih rendah darinya. Sedang, bersama dengan teman-teman sepergaulannya,
sekelasnya, mereka hidup dalam kehidupan malam penuh dengan euforia,
kesenangan. Berfoya-foya dalam mall, menghabiskan waktu dan hartanya di SPA-
SPA yang menjamur di kotanya, bermandikan susu, dipijat dengan gaya refleksi.
Segala kesenangan
dunia ia jelajahi, berbagai bentuk yang membuatnya “bahagia” ia lakukan, tanpa
memperdulikan suatu apapun. Ia melakukan apapun demi memuaskan hasrat dan hawa
nafsunya.
Di sisi lain,
hiduplah seorang laki-laki jelek, cacat, miskin, dan terhina. Ia tak punya
kawan, tak punya seseorang yang mengasihinya. Ia hidup dalam kesendirian. Hidup
dengan jerih payahnya sendiri dengan menjadi pengemis di jalanan untuk sekedar
menyambung umur. Ia sedih, merana, nestapa. Peluh keringat hasil sengatan terik
matahari menjadi karibnya. Asap kendaraan yang hitam pekat, bak “wewangian”
yang ia sandangkan dalam pakaiannya. Memilukan. Segala kesedihan dunia hampir pernah ia rasakan. “Hidup ini sungguh
gelap, tak ada sanak kerabat, sahabat. Sesak!”.
“Jika, mereka
kemudian mati, dan tak ada kehidupan akhirat,” Ujar Mas Anton, dalam pengajian
Kamis Malam, “ maka sungguh hidup ini tidak adil. Jika demikian, maka
seharusnya semua orang hidup saja seenaknya. Tapi, hati kecil kita tak menghendaki
demikian. Seberapapun gelapnya tenggelam dalam pemuasan hawa nafsu, ada hati
kecil yang melakukan penolakan.”
Maka
janganlah bersedih meratapi atas nasib,
cobaan, ujian yang diberikan Allah. Sebab hidup ini tidak hanya sekali, maka berbahagialah
dan berlarilah menjemput surga, menggapai ridha Allah. Janganlah bersedih atas
segala kesulitan,
“Bukankah subuh itu sudah dekat?”, ( Huud ayat 81).
“Cahaya fajar bagi orang-orang yang ditimpa
kesedihan itu telah menyeruak,”, hibur Dr. ‘Aidh Al Qarni dalam bukunya Laa
Tahzan, “maka jelanglah pagi dan tunggulah kemenangan dari sang penakluk. Orang
arab berkata; Jika seutas tali sudah sangat meregang, niscaya ia akan segera
putus! Jika persoalan sudah kritis, maka tunggulah jalan keluar.”
Lalu beliau melanjutkan dengan syair yang
dibuat seseorang;
Betapa banyak jalan keluar yang datang
setelah rasa putus asa
dan betapa banyak kegembiraan datang setelah
kesusahan
Siapa yang berbaik sangka pada Pemilik ‘Arasy
dia akan memetik
manisnya buah yang dipetik di tengah-tengah
pohon berduri
***
Rujukan
[1] Syaikh Abu Bakar Jabir Al- Jazairi
dalam kitab ‘Aqidatul Mukmin. 2014. Solo: An-Naba, hlm 499
[2] Pengajian bersama Mas Anton
Kamis malam, dikutip secara maknawi. (tidak sesuai redaksi kalimat aslinya,
sebab lemahnya ingatan)
[3] Dr. ‘Aidh Al Qarni dalam bukunya Laa Tahzan. 2004. Jakarta: Qisthi Press,
hlm 89
***
https://www.facebook.com/ksai.aluswah
***
https://www.facebook.com/ksai.aluswah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berdiskusi