Selasa, 04 November 2014

Semangat, Ojo sedih

Pernahkah suatu ketika, kita menyempatkan untuk menelisik serpihan-serpihan kenangan, lempeng-lempeng duka, fragmen-fragmen kecerian dari masa lalu. Lantas, mestinya kita terkaget-terkaget, bahwa di sepanjang kehidupan ini, betapa hidup ini lebih banyak nasib baiknya. Nasib baik itu yang padahal tak pernah kita merencanakannya, mengusahakkannya, atau bahkan kita tak pernah memintanya.

Coba sejenak kita bayangkan, jika semua diukur dan dinilai dengan matematika. Misalkan ada sebuah koin bermata dua yang dilemparkan ke atas, maka ia berkesempatan 50 % mata uang dan 50 % bergambar. Maka bukankah seharusnya, di setiap pagi saat berkendara mestinya, hari ini selamat, hari esok kecelakaan. Atau pekan ini kita sehat, dan pekan depan kita sakit. Mungkin juga tahun ini kita ceria, tahun depan kita kalut, dan sedih. Tetapi apakah demikian?

Tiap insan muda, mungkin hanya mengharapkan ia diterima disekolah favorit, ya itu saja. Tanpa berpikir, berencana, meminta tentang apa-apa yang akan terjadi kedepan setelah diterima, dan resmi memasuki bangku sekolahnya yang baru. Tetapi, bagaimana ceritanya ketika kita dipertemukan dengan hal-hal yang begitu menyenangkan dalam hidup ini.

Tentu, senang hati ini saat aku dan kamu, (kita) terjebak dalam "kebetulan" yang menyenangkan. Dahulu kita tak saling mengenal, lalu (di)bertemu(kan). Awalnya saling bertegur sapa sambil menggaruk kepala yang tidak gatal, akhirnya berjuang bersama melewati badai-badai prahara. Para Kawan Sejati, terkadang meninggalkan bekas luka, namun bersamanya diri ini menjadi lebih kuat dan lebih tegar. Apakah kita pernah memintanya?

“Allah, Rabb semesta alam melakukan apapun yang Dia kehendaki,” jelas Syaikh Abu Bakar Jabir Al- Jazairi dalam kitab ‘Aqidatul Mukmin, “ memutuskan apapun yang Dia inginkan, bagi-Nya kerajaan dan pujian, dan Dia tidak ditanyai apa yang Dia perbuat; hal itu karena kesempurnaan ilmu, keadilan, dan hikmah-Nya.”

Bukankah, nantinya kita, sang Hambalah yang akan ditanyai? Tentang nikmat-nikmat, termasuk nasib-nasib baik yang diberikan kepada kita. Tentang waktu-waktu luang kita, tentang segala hal yang diberikan kepada kita.

Syaikh Abu Bakar melanjutkan, “ Perbuatan, takdir dan putusan Allah, semua adil dan baik. Tidak ada kezhaliman ataupun kejahatan sama sekali dalam perbuatan, takdir, dan ketetapan-ketetapan Allah. Seperti itulah akal memutuskan, dan seperti itulah dalil naqli menyebutkan”, Allah Berfirman

“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walupun sebesar dzarrah”,
(An Nisa ayat 40) .

Maka janganlah bersedih. Sebab kehidupan ini penuh keadilan.


***
Suatu hari hiduplah seorang wanita, yang cantik, kaya raya, dan disegani oleh banyak orang. Ia berperangai jahat, suka mencaci, menghardik, menista, mencerca setiap orang yang lebih rendah darinya. Sedang, bersama dengan teman-teman sepergaulannya, sekelasnya, mereka hidup dalam kehidupan malam penuh dengan euforia, kesenangan. Berfoya-foya dalam mall, menghabiskan waktu dan hartanya di SPA- SPA yang menjamur di kotanya, bermandikan susu, dipijat dengan gaya refleksi.

Segala kesenangan dunia ia jelajahi, berbagai bentuk yang membuatnya “bahagia” ia lakukan, tanpa memperdulikan suatu apapun. Ia melakukan apapun demi memuaskan hasrat dan hawa nafsunya.

Di sisi lain, hiduplah seorang laki-laki jelek, cacat, miskin, dan terhina. Ia tak punya kawan, tak punya seseorang yang mengasihinya. Ia hidup dalam kesendirian. Hidup dengan jerih payahnya sendiri dengan menjadi pengemis di jalanan untuk sekedar menyambung umur. Ia sedih, merana, nestapa. Peluh keringat hasil sengatan terik matahari menjadi karibnya. Asap kendaraan yang hitam pekat, bak “wewangian” yang ia sandangkan dalam pakaiannya. Memilukan. Segala kesedihan dunia   hampir pernah ia rasakan. “Hidup ini sungguh gelap, tak ada sanak kerabat, sahabat. Sesak!”.

“Jika, mereka kemudian mati, dan tak ada kehidupan akhirat,” Ujar Mas Anton, dalam pengajian Kamis Malam, “ maka sungguh hidup ini tidak adil. Jika demikian, maka seharusnya semua orang hidup saja seenaknya. Tapi, hati kecil kita tak menghendaki demikian. Seberapapun gelapnya tenggelam dalam pemuasan hawa nafsu, ada hati kecil yang  melakukan penolakan.”

Maka janganlah bersedih meratapi  atas nasib, cobaan, ujian yang diberikan Allah. Sebab hidup ini tidak hanya sekali, maka berbahagialah dan berlarilah menjemput surga, menggapai ridha Allah. Janganlah bersedih atas segala kesulitan,

“Bukankah subuh itu sudah dekat?”, ( Huud ayat 81).

“Cahaya fajar bagi orang-orang yang ditimpa kesedihan itu telah menyeruak,”, hibur Dr. ‘Aidh Al Qarni dalam bukunya Laa Tahzan, “maka jelanglah pagi dan tunggulah kemenangan dari sang penakluk. Orang arab berkata; Jika seutas tali sudah sangat meregang, niscaya ia akan segera putus! Jika persoalan sudah kritis, maka tunggulah jalan keluar.”

Lalu beliau melanjutkan dengan syair yang dibuat seseorang;

Betapa banyak jalan keluar yang datang setelah rasa putus asa
dan betapa banyak kegembiraan datang setelah kesusahan
Siapa yang berbaik sangka pada Pemilik ‘Arasy dia akan memetik
manisnya buah yang dipetik di tengah-tengah pohon berduri


***

Rujukan
[1] Syaikh Abu Bakar Jabir Al- Jazairi dalam kitab ‘Aqidatul Mukmin. 2014. Solo: An-Naba, hlm 499
[2] Pengajian bersama Mas Anton Kamis malam, dikutip secara maknawi. (tidak sesuai redaksi kalimat aslinya, sebab lemahnya ingatan)
[3] Dr. ‘Aidh Al Qarni dalam bukunya Laa Tahzan. 2004. Jakarta: Qisthi Press, hlm 89


***
https://www.facebook.com/ksai.aluswah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi