Book Resume (Part I) :
KOMITMEN MUSLIM SEJATI, FATHI YAKAN, Era Intermedia 2013 (11th)
oleh: Zahrin Afina NF
Kau dan aku, kawan, kita
adalah produk yang telah tercelup oleh zaman.
Alhamdulillah, bahwa
suatu hari ada sorotan cahaya terang yang menunjukkan dan memperjelas bahwa
jalan kita keliru dan kita harus mengambil jalan lain, sekalipun untuk itu
harus memutar.Cahaya itu adalah dakwah Islam, sampainya pengetahuan tentang
Islam pada kita. Jalan yang harus kita ambil kemudian adalah satu-satunya jalan
lurus menuju tempat asal kita, jannah-Nya insyaAllah, yakni menjadi seorang
muslim kaffah (secara menyeluruh). Dan harus memutar itu, yang rasa-rasanya
akan merugikan, adalah meninggalkan kecintaan pada nikmat duniawi.
Tapi nyatanya tidak,
Karena cahaya itu adalah
cahaya yang sudah lama kita rindukan, setelah lama berjalan dalam gelap. Karena
cahaya itu seperti mentari, yang bukan hanya karena kita bisa melihatnya, tapi
karena dengannya kita dapat melihat seluruh dunia. Barulah semua menjadi jelas,
semua menjadi indah pada tempatnya, dan semua menjadi bermakna.
Maka bukankah seseorang yang
mengaku Muslim tapi tetap belum bisa melihat dengan cemerlang dan tetap
terpuruk berarti belum memutar dan menempuh jalan menjadi seorang Muslim
kaffah? Sudahkah kita?
***
Segala puji Allah Ta'ala
atas segala karunia dan hidayah-Nya. Aku bersaksi tidak ada tuhan yang layak
disembah kecuali Allah 'Azza wa Jalla dan bahwa Muhammad SAW adalah utusan-Nya.
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kalamullah, yakni Al-Qur'anul Karim.
Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Semoga kita
selalu ingat untuk mengucapkan shalawat atas beliau. Amma ba'du.
Ketika seseorang mengaku
sebagai seorang Muslim, apakah artinya?
Sebuah buku berjudul
"Komitmen Muslim Sejati" karya ust. Fathi Yakan layak menjadi salah
satu referensi penguat iman dan orientasi kita sebagai Muslim, kawan. Disana
diterangkan, pengakuan sebagai Muslim seharusnya bukanlah klaim terhadap seuatu
identitas atau pewarisan, juga bukan klaim terhadap suatu penampilan lahiriyah
seperti yang ada di banyak masyarakat Indonesia sekarang, melainkan pengakuan
untuk menjadi penganut Islam, berkomitmen kepada Islam, dan tentu beradaptasi
dengan Islam dalam setiap aspek kehidupan.
Ketika seseorang mengaku
Muslim dengan syahadatnya, sepatutnya ia memahami bahwa ia harus mengislamkan
akidah (keyakinan sampai pola pikir), ibadah, dan akhlaknya. Ia juga harus
mengislamkan keluarga dan rumah tangga yang menjadi tanggung jawabnya, serta
menjadi yakin sepenuhnya bahwa masa depan ada dalam genggaman Islam.Sudahkah
kita?
Alhamdulillah, jika
sebagian dari kita sudah mengerti bagaimana menjadi pribadi sesuai
tuntunanIslam itu. Meskipun sekarang agama ini sering coba dijatuhkan oleh
fitnah musuh Islam maupun justifikasi sebagian pengikutnya atas sebagian yang
lain, sama sekali kita tetap mencintai dan menerapkan Islam sebagaimana pesan
aslinya yang ada di dalam Al-Qur'an dan Sunah Rasulullah SAW, mengimani apa
yang diimani umat Muslim yang pertama, para salafus shalih, juga para imam yang
telah diakui kebaikan, kesalihan, ketakwaan, dan pemahaman mereka yang lurus
tentang Islam.
Alhamdulillah, jika
sebagian dari kita sudah dalam usaha mengajak atau membentuk keluarga sebagai orang-orang
terdekat untuk menjadikan Islam sebagai 'rumah' kita. Sudah mencoba mengajak
masyarakat sekitar untuk bersama-sama memutar mengambil jalan yang terang itu.
Juga jika sebagian dari
kita sudah pernah mendengar dan percaya akan janji-janji Allah lewat Al-Qur'an
atau hadits Rasulullah bahwa kelak Islam akan jaya lagi di pentas dunia,
menjadi pemandu peradaban karena benar hanya dengan Islam-lah peradaban kita
ini akan sembuh dan bangkit. Ketika kini kita sama-sama merasakan kerusakan di
berbagai aspek kehidupan, di negara kita saja, akibat sistem buatan manusia
yang tentu tak sempurna, bahkan tak tahu apa-apa bila dibandingkan dengan
ilmu-Nya. Maka celupan Islam yang datangnya dari Allah (bercorak Rabaniyah)
memiliki berbagai detail unik untuk tetap bertahan dan memberi manfaat di tiap
zaman atau tempat. Ia juga universal karena diciptakan untuk tiap manusia; ia
terbuka, luas, berperi-kemanusiaan namun tetap mampu bertanggung jawab pada
keterbukaannya itu (karena jelas batas-batasnya). Syari'at Islam yang elastis
punya warna yang membuatnya mampu menampung segala masalah kehidupan yang
berubah-ubah, warna yang melapangkan tempat untuk ber-ijtihad pada masalah yang
tidak ada nash-nya, dengan berdasar qiyas (logika), pertimbangan mashalahat,
dll yang diakui olehnya. Jika sistem-sistem buatan manusia (kapitalisme,
liberalisme, sosialisme, demokratisme, maupun komunisme) tujuannya terbatas dan
lemah, Islam bertujuan memberi manfaat yang menyeluruh bagi manusia; baik
individu maupun kolektif, aturan maupun nasihat, untuk internal maupun
eksternal. Allahuakbar.
“Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada
Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.” QS Al-Baqarah : 138
Dan karena semua itu kita
tahu bahwa sesuatu yang begitu agung ini perlu diperjuangkan, ditegakkan,
dibela, dan dijaga meski dengan pengorbanan yang tidak sedikit.
Jika (sebagaimana kita
yakin 100%) Islam adalah satu-satunya kebenaran, bukankah dunia harus tahu?
Jika ini tentang umat manusia, apa harganya sebuah nyawa (bagi bukan pemilik
aslinya)? Jika ini tentang harga surga, apa artinya nikmat dunia? Jika benar ia
adalah yang terindah dalam hidupmu, tidakkah pasti kau kan hidup untuknya?
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda
gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” QS Al-An'am : 32
Yang hidup itu, pasti
akan menjadi hidup yang berbeda dengan manusia lainnya. Seorang Muslim sejati akan
menjadi yang paling teguh dalam mencari ilmu dan melaksanakan ajaran Islam,
memiliki kepedulian terhadap kemashlahatan umat Islam, selalu bangga pada
kebenaran dan yakin pada Allah, senantiasa memperjuangkan Islam dan saling
tolong-menolong karena kita pun tak sangsi, bahwa perjuangan itu tak mungkin
dilakukan seorang diri.
“...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” QS Al-Ma'idah : 2
Bahwa kita bukanlah barisan
malaikat-Nya, kita hanya anak Adam yang selalu berbuat kesalahan, yang jadi
target operasi utama (bahkan satu-satunya) syaithan, dan butuh selalu
diingatkan.Dan, hei, kita pun tahu bagaimana sulitnya melepas karat-karat
jahiliyah dalam diri, hasil tercelup zaman ini. Makanya tak jarang ada yang
paham tapi masih hidup untuk dunia atau mengambang antara dunia dan akhirat.
Karena itu, kita mutlak butuh hidup berjama'ah. Berjuang bersama-sama
muslim (aktivis) lainnya dalam sebuah gerakan Islam yang berpemahaman,
berkeyakinan, bertujuan sama dengan kita.
Dengan segala prinsipnya;
dengan karakteristik, spesifikasi, perlengkapan yang jelas. Dalam bingkai
ukhuwah, beramal jama'i, memenuhi hak qiyadhah, dan menjadi jundi yang baik;
yang dibahas lebih lanjut dan dalam di bagian akhir buku ini. (Resume Part II
inysaAllah)
"Tangan
Allah bersama tangan jama'ah, sesungguhnya serigala itu tidak memakan selain
domba yang menyendiri." (HR. Bukhari)
***
Memperjuangkan Islam
bukanlah pilihan, bukan hanya dengan sukarela, apalagi hanya dengan waktu sisa
kita.
Adalah perintah Allah
untuk beramar ma'ruf nahi mungkar, yang menjadikannya sebagai kewajiban dan
prinsip kita.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.” QS Al-Ashr : 1-3
“Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran,
hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lidahnya.
Tetapi jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah
iman. Dan di belakang itu tidak ada sebiji sawi pun keimanan.” (HR Tirmidzi)
Adalah perintah Allah
untuk hanya menegakkan hukum-Nya di bumi, yang menjadikkan menegakkan
masyarakat Islami, merintis kehidupan Islami, menundukkan manusia kepada Allah
dalam akidah, ibadah, akhlak, maupun tata kehidupannya sebagai hukum perjuangan
itu sendiri. Sebab kaidah syar'iyah mengatakan, "apa yang tanpanya suatu
kewajiban tak bisa terlaksana, maka ia merupakan kewajiban."
Adalah perintah Allah
untuk bersiap menghadapi tantangan zaman dan konspirasi musuh-musuh Islam
dengan materialisme dan atheisme-nya yang mengancam eksistensi Islam. Selain
itu, betapa banyak saudara-saudara kita di tanah air Islam lain yang sedang
terjajah dan terzhalimi, sehingga secara kesuluruhan dunia Islam kini dalam
keadaan terpuruk dan membuat perjuangan ini sebuah kedaruratan yang nyata.
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah
lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka
berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim.” QS Al-Baqarah : 193
Adalah perintah Allah,
sekali lagi, bahwa dakwah ini adalah kewajiban individu sekaligus kolektif.
Agar semua Muslim berpartisipasi dalam perjuangan dan melaksanakannya secara
berjama'ah.
“Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya
jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” QS Al-Ankabut : 6
Memang selalu ada banyak
godaan. Selalu banyak ujian; baik berupa fitnah eksternal, atau gesekan-gesekan
internal yang dapat menimbulkan luka berbahaya jika tak cepat-cepat
disembuhkan, sampai ketidak-percayaan diri atau kelemahan diri yang lain.
Tapi mengapa tak terus
beramal saja? Bukankah kita yang membutuhkan dakwah ini karena apa harga diri
kita jika tanpanya? Bukankah ketika kita berjuang dan berjihad, sejatinya kita
sedang terus membersihkan diri, menyucikan jiwa, melaksanakan sebagian hak
Allah yang wajib ditunaikan, dan agar kita bisa mengharapkan pahala Allah pada
hari ketika penglihatan tak bisa tetap dan hati sampai menyesak ke tenggorokan?
Kita sendirilah yang akan beruntung jika maju ke medan perjuangan dan
sebaliknya kita sendirilah yang akan rugi jika mundur. Barangsiapa yang
terlibat dalam perjuangan berarti telah memiliki nasab yang paling mulia dan
memiliki jaringan dengan kafilah para pemberi petunjuk; termasuk golongan orang
yang dikaruniai nikmat oleh Allah yaitu para nabi, shidiqin, syuhada, dan
orang-orang saleh yang mereka itu adalah sebaik-baik teman.
Bertahanlah, sebab dengan
bertahan itulah engkau akan mendapat keteguhan.
Karena dalam arus dunia
yang seperti ini, tak mungkin seseorang yang jauh dari mengingat Allah dan
saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran bisa hidup tanpa ternodai oleh
kotoran-kotoran dunia itu.
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” QS Adz-Dzariyat : 55
Tidak ada pilihan lain untuk
hidup selain dalam naungan keluarga beriman, tidak ada pilihan untuk tidak
bergabung dengan 'masirah Ar-rahman' (rombongan Allah Yang Maha Pengasih)
selama-lamanya.
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang
yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya;
dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas.” QS Al-Kahfi : 28
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk
menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan
siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan
Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak
(kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan
kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” QS Muhammad : 38
Karenanya, kita harus
selalu meluruskan niat; tiap hari, di awal, tengah, sampai akhir melakukan
suatu aktivitas.Sebab, tulis ust. Fathi Yakan,
"Jalan ini tidak
mungkin ditempuh oleh manusia yang cengeng yang hanya dengan hembusan angin
sepoi pipinya terluka dan hanya karena sentuhan sutera jemarinya berdarah.
Jalan ini tidak mungkin
mampu ditempuh oleh orang yang cemas akan masa depan rezeki dan kehidupannya.
Jalan ini tidak mungkin
mampu ditempuh oleh orang yang hobinya main-main dan bersenang-senang, hatinya
sempit, dan kekuatannya keropos. Juga siapa saja yang tidak mampu bersabar
terhadap suatu perkataan, apalagi terhadap celaan. Juga orang yang bangga
dengan pendapatnya sendiri, yaitu orang bodoh, namun ia tidak tahu bahwa
dirinya bodoh. Juga orang yang tidak mau menerima keputusan bersama dan
memegang pendapat jamaah.
Ia merupakan jalan untuk
membersihkan dan menyucikan diri, jalan kasih sayang dan kemuliaan, jalan
kesabaran yang panjang, jalan ketulusan dan kemuliaan, serta jalan kejujuran
dan keikhlasan.
Jalan dengan
karakteristik semcam ini tidak mungkin ada yang bisa bertahan di dalamnya
selain orang-orang beriman yang hati mereka terikat dengan Allah; orang-orang
yang jiwa mereka memandang kepada Allah Yang Esa, Tempat memohon."
“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu.” QS Ath-Thalaq : 3
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada
kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas
tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia
melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.“ QS Al-Fath
: 10
Engkau dan
diriku, semoga kita senantiasa diberi hidayah dan pertolongan Allah, senantiasa
dikuatkanNya, dikaruniai kehidupan yang mulia hingga maut menjemput kita dalam
syahid ya. Allahumma aamiin. Mohon maaf jika banyak kekurangan (yang datangnya
dariku), semoga bisa diambil manfaatnya (yang semata dari Allah). Wallahu
a’lam.
Yogyakarta, 25 Dzulhijjah
1435 H
Ai Zahrin