Sabtu, 09 Agustus 2014

Pemuda dan Peradaban Islam: Muhammad II al-Fatih

Dalam sejarah ummat Islam, adalah sebuah realita yang tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda adalah kunci berdiri dan tegaknya peradaban. Jika kita kembali membuka catatan sejarah kita, maka kita akan menemukan sederet nama pemuda besar yang tetap terkenang atas sumbangsih mereka terhadap tegak dan jaya nya peradaban Islam.

Kita patut bersyukur bahwa lembar catatan sejarah ummat Islam tidaklah kosong. Kita masih dapat bertemu dengan Muhammad II Al-Fatih, bahkan menyaksikan jatuhnya benteng Konstatinopel ke tangan Islam pada tahun 1453 melalui catatan sejarah. Kita juga patut bersyukur karena dengan catatan sejarah ini, kita dapat bertemu ulama besar yang ada dibalik sang penakhluk Konstatinopel. Kita tidak boleh lupa dengan Syaikh Aaq Syamsuddin dan Syaikh Muhammad bin Ismail Al-Kurani. Dua ulama besar dibalik pemuda dan pemimpin yang tercantum dalam hadist Nabi Muhammad sebagai sebaik-baik pemimpin, dan pemimpin sebaik-baik pasukan.

Mari mengenal sosok Muhammad II al-Fatih dengan segala prestasi dan keteladanannya. Ia mampu menghafal Al-Quran, memanah di atas kuda, dan menguasi tujuh bahasa yang berbeda di usianya yang belasan tahun. Tampuk kekuasaan diberikan oleh ayahnya, Murad II, di usianya yang ke-14 dengan segala kematangannya, dan ia menjadi pewaris tahta kesultanan pada usianya yang ke-22. Ia mewujudkan nubuwwat, menakhlukkan Konstatinopel  di usianya yang ke-24. Ia memimpin, menjadi sultan hampir selama 30 tahun. Ekspansi pada masa kepemimpinannya menyentuh Italia Selatan, dan sedikit lagi Roma ditakhlukkan. Muhammad II al-Fatih adalah seorang yang dekat dengan ulama dan ilmu pengetahuan. Ia memiliki perpustakaan khusus, dengan 12.000 buku langka didalamnya. Dan Muhammad II al-Fatih tidak pernah meninggalkan tahajjud dan amalan sunnah lainnya sejak ia memasuki akil baligh.

Muhammad II al-Fatih. Kita berbicara tentang sebuah kapasitas yang dibangun oleh seorang guru kepada seorang murid yang kelak akan mewujudkan nubuwwat, menakhlukkan Konstatinopel. Satu hal yang harus kita sadari dan patut banggakan sebagai seorang Muslim adalah bahwa sistem Islam memberikan petunjuk dan rambu-rambu yang lengkap yang tidak kita temukan pada sistem peradaban lain-kepada para pemudanya, agar kelak ia dapat memberikan pengaruh yang besar kepada dunia. Inilah yang disadari oleh guru Muhammad al-Fatih dan Muhammad al-Fatih sendiri. Kelengkapan sistem Islam yang tercermin dalam pendidikan yang diberikan oleh sang guru kepada sang penakhluk, dan respon yang diberikan Muhammad II terhadap seluruh pengajaran dan apa yang diajarkan, memberikan dampak yang luar biasa dalam pembentukan pandangan (worldview), cita-cita, dan kerja-kerja Muhammad II al-Fatih.

Muhammad II al-Fatih. Sosok kepribadiannya tidak terlepas dari keteladanan yang terbangun dalam dirinya terhadap Rasulullah . Orientasinya terbangun melalui keteladanannya yang mendalam terhadap Rasulullah . Kunci nya adalah obsesi dan tekad yang kuat yang tertanam dalam dirinya, beserta cita-cita untuk mewujudkan nubuwwat, menakhlukkan Konstatinopel. Tanpa keteladanan yang mendalam, takkan ada obsesi, cita-cita dan tekad yang kuat untuk mewujudkan nubuwwat.

Kita mengenal Muhammad II al-Fatih sebagai seorang yang berhasil menghimpun kebaikan yang berserakan diantara para pendahulunya dan lingkungannya, serta menjauhkan keburukan yang tertempel. Ia menjadi magnet bagi setiap kebaikan yang ada disekitarnyadan di masa lalu. Ia berhasil memahami sejarah dengan baik. Tercermin dari cara Ia hidup, hingga keputusan strategis kemiliteran yang ia ambil dalam usahanya menakhlukkan Konstatinopel.

Inilah sepenggal cerita seorang pemuda yang memberikan sumbangsih yang besar kepada peradaban Islam. Ia menjadi angin segar bagi peradaban Islam yang dirundung duka pasca runtuhnya Baghdad di tangan suku Tartar. Syiar Islam, budaya Islam, tradisi keilmuan, dan kebanggaan terhadap Islam kembali bersemi setelah kemarau panjang yang hampir merenggut eksistensi peradaban Islam.[M-N-H]

Referensi:
1. Muhammad Ali ash-Shalabi: Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah

2. Abu Fatah Grania: Panglima Surga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berdiskusi