Mungkin ini bukan lagi masanya
Iwan Fals untuk bernyanyi tentang keadilan dan lagu-lagu kerakyatan. Apalagi
masa-masa Soe Hok Gie untuk bericara tentang perjuangan mahasiswa melawan rezim
pemerintahan. Bukan juga masanya Ronggowarsito untuk mnjelaskan rancangan
pemikirannya mengenai apa itu Zaman Edan. Ini masa para mahasiswa yang sibuk
dengan riset-riset mutakhir, penelitian yang menggagas teori-teori mumpuni,
serta perjuangan mereka untuk memenuhi tuntutan akademis yang tinggi. Tidak ada
lagi istilah mahasiswa turun ke jalan, parlemen jalanan, apalagi seruan-seruan
reformasi dan kritik-kritik tajam pada para pejabat yang bertugas mengelola
kepercayaan rakyat. Selamat datang di dunia mahasiswa masa kini, realita
pendidikan tinggi yang diciptakannya sendiri.
Dunia Mahasiswa: Mencipta Realita?
Adanya dorongan yang begitu kuat pada
mahasiswa untuk menggeluti dunia akademis dengan maksimal dan menjadikannya
sebagai prioritas utama lebih dari yang lain, entah tersistematis atau tidak,
telah membawa kehidupan mahasiswa pada tugas-tugas pokoknya sebagai seorang
konsumer sekaligus produser ilmu pengetahuan. Tentunya hal ini tidak dapat
dipisahkan dari dunia riset sebagai tulang punggung ilmu pengetahuan.
Tugas-tugas ini telah membentuk budaya baru dalam kehidupan mahasiswa saat ini.
Budaya ini berpengaruh pada orientasi studi, orientasi kegiatan-kegiatan yang
dipilih selama proses perkuliahan, masa waktu studi, hingga ke proses
pengambilan keputusan pasca studi, baik untuk ke dunia kerja hingga ke
keputusannya untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun
secara umum, perubahan yang paling mendasar tren mahasiswa masa kini adalah
perubahan orientasi studi dan apa yang mereka lakukan selama mereka duduk di
bangku perkuliahan, tentang skill apa yang mereka pilih, tentang waktu-waktu
yang mereka habiskan, dan tentang penelitian yang mereka jalankan.
Salah satu tugas terberat sebuah
penelitian, adalah membawa keadaan yang terjadi sebenarnya, atau kita sebut
sebagai realita, mendefinisikannya, merangkaikannya dengan fenomena lain,
merumuskan permasalahannya, lalu mengkonduksi sebuah proses empiris untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut. Atau dalam bahasa sederhana,
sebuah penelitian adalah realita-sentris: dari realita, oleh realita, dan untuk
realita. Penelitian, sebagai sebuah metode empiris yang “dikultuskan” dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, hakikatnya berfungsi sebagai perumus
permasalahan yang ada pada kehidupan manusia sehari-hari, pembuat solusi, dan
mengimplementasikannya untuk kehidupan manusia yang lebih baik. Tampaknya
pengertian ini harus dikembalikan ke pengertian awalnya. Suatu pengertian yang
menegaskan bahwa apapun kegiatan yang kita lakukan, tidak pernah terlepas dari
realita yang kini ada, realita dalam masyarakat di sekitar kita.
Memperlihatkan Gejala Schizophrenia
Masalahnya, realita-sentris yang
saat ini digandrungi dan menjadi tren mahasiswa masa kini, justru menjadi
belenggu yang membuat mahasiswa menjauhi realita yang sesungguhnya, realita
masyarakat di sekitar kita. Satu penjelasan unik mengenai penyakit schizophrenia tampaknya patut kita
pertimbangkan sebagai sebuah penjelasan yang cukup menggambarkan permasalahan
yang kita hadapi sekarang ini. Sebagai sebuah psychological disorder, salah
satu kondisi terparah yang dihadapi penderita schizophrenia adalah ketika mereka mulai menyadari adanya “realita
yang lain” hingga mencapai keadaan ketidakmampuannya membedakan mana realita
yang sebenarnya dan “realita yang lain” itu. Ketika seorang penderita telah
masuk ke dalam fase tidak mampu membedakan mana realita yang sesungguhnya dan
mana “realita yang lain” itu, secara resmi penderita tersebut mengalami schizophrenia yang sesungguhnya, pikiran
yang pecah, jiwa yang terbelah. Kekhawatiran terbesar yang saat ini layak untuk
mulai kita pikirkan adalah tentang kondisi mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa
yang mulai menyadari adanya realita yang lain berupa kehidupan akademisnya
semata, kita yang mulai kehilangan kesadaran akan realita di masyarakat yang
sesungguhnya.
Kesadaran-Kepekaan-Kepedulian Mahasiswa: Sebuah Konklusi
Tanpa bermaksud untuk
menyandingkan mahasiswa dengan penderita schizophrenia,
atau merendahkan saudara-saudara kita yang tidak seberuntung kita itu, tetapi
kita benar-benar harus belajar memahami realita yang ada secara lebih bijak.
Apa kita pernah membayangkan ada di luar sana seorang berusia lanjut mungkin,
yang terpaksa menahan sakitnya, tidak bisa berobat karena kekurangan biaya. Ya,
ia yang tidak memiliki penghasilan tetap, tinggal di kawasan kumuh, makan
seadanya, dan memiliki banyak putra tidak mampu membayar biaya kesehatannya.
Ya, ia yang memiliki resiko tinggi untuk sakit, harus membayar sangat mahal
untuk pengobatan kanker paru-parunya. Sebenarnya sistem realita macam apa yang
bekerja dalam kehidupan kita?
Contoh di atas sengaja berupa
keadaan ekstrim yang dipaparkan berbeda dengan apa yang selama ini kita lihat
dalam keseharian. Namun sayangnya, meski secara ilmiah belum teruji empiris,
contoh di atas adalah sebuah realita. Poin utamanya: Jangan kita lupa, yang tak
terlihat belum tentu tak ada, yang tak tersentuh bukan berarti sesuatu yang
tidak nyata. Kita, sebagai mahasiswa, harus bisa keluar dari gejala
schizophrenik akut yang membuat diri kita dibingungkan oleh realita, atau
tertipu oleh sesuatu yang kita lihat saja. Hal ini bukan berarti kita harus
meninggalkan ‘dunia ilmiah’ yang saat ini kita jalani, namun kita dituntut
untuk lebih bijak memahami situasi. Di penghujung tulisan ini, kita bisa
mengambil pelajaran dari sebuah keterangan yang dijelaskan Shaughnessy et all.,
dalam bukunya Metode Penelitian Psikologi: “Psikolog mengembangkan teori dan
melaksanakan penelitian untuk menjawab pertanyaan tentang perilaku dan proses
mental, yang jawabnnya dapat berdampak pada individu dan masyarakat.” Ini
saatnya kita tersadar tentang apa realita yang sebenarnya terjadi, peka pada
tiap disonansi antara idealisme dan realita, dan peduli dengan berkontribusi
optimal untuk masyarakat yang menunggu karya-karya kita, mahasiswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berdiskusi