Segala puji hanya bagi Alloh yang telah memberi
hidayah kepada kita, dan tidaklah kita berada di jalan yang benar kelau saja
Alloh tidak memberikan hidayah-Nya kepada kita. Segala puji hanya bagi-Nya yang
telah menutup aib hamba-Nya di siang dan malam hari dan memberi kesempatan
untuk bertaubat dan memperbaiki amalannya.
Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ ; imam para
mujahidin, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang berjihad di jalan dakwah
hingga Hari Kiamat.
Semenjak awal kita selalu
bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Alloh,
yang Maha Tunggal, dan tidak ada sekutu bagi-NYA. Kita pun bersaksi, bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Bersekolah di SMA 1 adalah sebuah
hal yang sangat mewah yang kita
dapatkan. Barangkali, banyak diantara kita, yang sebelumnya di waktu SMP adalah
penjahat ulung di tengah-tengah anak-anak SMP, adalah seorang pendengki,
provokator kejahatan-kejahatan, adalah seorang yang tak punya pendirian,
prinsip, dan idealisme. Barangkali pula, banyak diantara kita menganggap masa
remaja awal, masa SMP adalah masa jahiliyah yang bila kita mengingatnya selalu
merasa “aku tidak habis pikir kenapa
dahulu kita seperti itu”. Dan tentu, masih barangkali pula, di antara kita ketika akhir SMP-nya ada hasrat ingin melanjutkan
sekolah di SMA 1, lalu telah berazam, bertekad untuk keluar dari
gelapnya masa, menuju cahaya perbaikan diri. Sekali lagi, barangkali diantara
kita yang bertekad itu, ada yang kemudian menyambut cahaya Islam dengan
bersegera, bergegas, takut ajal segera menjemput. Menjadikan orang lain
bertanya-tanya, “ sejak kapan dirimu berubah seperti ini? Setahuku dulu engkau
adalaha seorang....”. Sungguh sebuah kejadian yang sangat menakjubkan, ibarat
seoarang penjahat yang kini menjadi penjahatnya penjahat, seekor cacing yang menjadi ular naga, atau
mutiara yang telah dibersihkan dari lumpurnya. Sebagaimana dalam sebuah
hadist, “ Manusia itu ibarat logam mulia (seperti emas dan perak). Yang terbaik
di masa jahiliyyah, akan menjadi terbaik di masa islam, jika mereka berilmu.
Hadist Riwayat Bukhori no 1238).
SMA N 1 Yogyakarta adalah sekolah yang
telah meluluskan banyak orang-orang hebat yang kemudian melanjutkan perjuangan
menegakkan dienul Islam. Sebab,
di sekolah Negeri ini banyak hal-hal besar terjadi, yang kadang tak
pernah direkam dengan tulisan. Namun diturunkan melalui lisan dengan lisan.
Tiga tahun berlalu, dengan tiap tahun, bahkan tiap semester selalu bisa kita
uraikan secara definitif apa-apa yang bisa kita lakukan, dan apa-apa yang bisa
kita kerjakan.
Namun, tiga tahun yang penuh dengan
romantisme kenangan kini sudah berlalu. Setelah acara wisuda telah terlaksana,
kita resmi telah diluluskan, telah resmi beranjak pergi untuk menuntut ilmu
dijenjang yang lebih tinggi (bagi orang-orang yang memutuskan untuk melanjutkan
kuliah). Sebuah pertanyaan mendasar bagi kita, “ Setelah ini, lalu apa?”.
Bagi kita, yang telah resmi
lulus, dan beranjak ke lingkungan baru, hampir bisa dipastikan akan
terkaget-kaget melihat kondisi ini tak
sebahagia dulu, tak senyaman dahulu, dan tak seindah dulu kala. Perjalanan awal
dimulai dengan ospek di kuliah, yang orang bilang, “ wis to nek wis tau melu
GVT ki ospek mung marakke keri (geli)” ( jelas bukan ospek yang hewani yang
sampai merenggut nyawa, lho ya). Gambaran indah GVT dengan segala
pernak-perniknya kembali memaksa untuk dikenang kembali. Setiap kita yang
bertemu dengan sahabat lama di SMA selalu saja berkeluh kesah, tentang dunia
kuliah. Ketika penanaman prinsip dan Idealisme di GVT dilakukan secara rapi,
halus, dan begitu indah. Di ospek perkuliahan kita dipaksa untuk memiliki
sebuah gambaran idealisme yang begitu utopis (berangan-angan) yang bahkan kita
sendiri tak bisa membayangkan. Kerasnya kehidupan kuliah membuat sebuah dilema yang begitu
mengusik hati, hanyut dengan kerasnya lingkungan kuliah, atau bertahan dengan
segenap semangat.
Tiga tahun kini benar-benar telah
berlalu. Generasi-generasi dalam sebuah angkatan berganti tanpa bisa kita
hentikan. Karena ini adalah sebuah sunnatulloh, bahwa waktu akan terus berjalan
tanpa bisa kita hentikan, tanpa bisa kita putar kembali menuju masa lampau.
Pernahkah kita
merenungi berbagai pelajaran yang begitu banyak di SMA 1 itu? Kenapa, di SMA,
ketika umur masih begitu muda belia, kita semua diusahakan untuk dicetak
menjadi generasi yang kuat secara aqidah, jasad, pemikiran, kematangan ilmu dan
berfikir?
“Pada setiap periode sejarah, generasi muda
merupakan rahasia kekuatan umat, tiangnya kebangkitan, serta pusat-nya
kekayaan, kebanggaan, dan kemuliaan. Di atas pundak merekalah masa depan umat
terpikul, karena pemuda memiliki banyak keistimewaan tersendiri, baik dari segi
keberanian, kecerdasan, semangat, maupun dari kekuatan jasmaninya. Sifat-sifat
itulah yang dianggap sesuai untuk memimpin, mengelola, membangun, dan
meningkatkan peradaban umat.
Pada periode lahirnya syariat Islam yang dibawa
Muhammad, generasi muda memegang peranan sangat penting dalam menyebarluaskan
dakwah islamiyah ke pelosok-pelosok. Merkalah yang memimpin tentara Islam dalam
menaklukkan negeri-negeri dengan umat yang tidak bertuhan, generasi mudalah
yang telah membawa rahmat Tuhan yang berupa hidayah kepada umat atheis, agar
mereka mau hidup bermasyarakat di bawah
undang-undang yang haq. Dan generasi muda akan tetap memegang peranan penting,
selama umat Islam terus hidup.[1]”
Masa SMA tentulah masa emas seorang manusia
yang mana disebut sebagai pemuda. Pemuda yang nantinya akan dewasa dan mewarisi
estafet perjuangan, tampuk kepemimpinan kemudian akan sampai di tangan mereka. Maka,
dakwah SMA merupakan usaha untuk melahirkan generasi dan pemimpin EMAS. Generasi
EMAS yang mewarnai kehidupan anak-anak
SMA, yang juga nantinya akan mewarnai lingkungan kampus, kampung, menghidupkan
masjid-masjid di masyarakatnya dengan cahaya islam. Dan Pemimpin-pemimpin itu
akan lahir dari sini, belajar untuk berjuang menegakkan membumikan Islam di
SMA-nya, lalu menjadi penggerak perubahan setelah lulus yang didukung oleh
generasinya. Artinya, mendidik pemuda sama artinya menanam benih-benih unggul
yang akan berbuah kemenangan In syaa Alloh.
“Kami kisahkan
kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah
pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk
mereka petunjuk.” [Al- Kahfi ayat 13]
Tiga tahun sudah berlalu. Barang
kali, kita sering lupa, bahwa selain dari guru, para pelajar (kita dahulu) yang
berjuang dalam menciptakan cita-cita Teladan Daarussalaam, ada banyak sosok alumni
dibaliknya yang berjuang sepenuh hati, memberikan segala fasilitas dengan yang diusahakan dengan bersusah payah. Ketika
kita dikenalkan lingkungan SMA 1 oleh pendamping SAA (kakak kelas), lalu
diajari bagaimana berkasih sayang oleh pansus GVT (kakak kelas) dan minimal
selama 8 bulan ada kakak alumni yang telah meluangkan, memprioritaskan waktunya
untuk pelajar (kita dahulu). Berusaha memberikan -apa yang telah juga diberikan
generasi sebelumnya- banyak kefahaman,
seperti pandangan hidup seorang muslim, bagaimana berorganisasi dengan baik,
bagaimana mengelola hati dengan baik, bagaimana berda’wah di keluarganya, dan
bagaimana mewujudkan cita-cita Teladan Daarussalaam.
Tiga tahun sudah berlalu, dan dari manakah pasukan pembawa
cinta itu, yaitu para alumni?. Dahulu kala, sekitar tahun 1993, muslim alumni-alumni yang resah dengan keadaan umat islam, lebih
khusus keadaan generasi muda bangsa ini, telah berkumpul dengan tekad membara.
Lahirlah KSAI Al- Uswah, (Kelompok Studi dan Amaliyyah Islamiyyah). Yang sampai sekarang masih tetap
berdiri, dengan segala dinamika yang ada. Untuk memberikan cintanya kepada sang adik-adik karena Alloh. Menginginkan sang adik untuk menjadi lebih baik dari pada mereka. Bukankah kita dahulu pernah
bertemu dengan bagian dari mereka? KSAI Al- Uswah.
Karena tiga tahun sudah berlalu kawanku, dan kita telah menanggalkan seragam putih abu-abu. Marilah kita menyambut seruan itu. Seruan untuk kembali ke SMA 1 dalam rangka Reuni Perjuangan, “Sekali Lagi kita akan Berjuang, di KSAI Al-Uswah”. Dan tiga tahun sudah benar-benar berlalu, bayangkan kawanku, bila angkatan baru kita tempa selama itu. Bayangkan kawanku, bila kita mencetak ratusan pemimpin “Agent of Change” yang siap berjuang di kampus, di kampung, di instansi-intstansi dan lembaga lembaga, serta tak lupa untuk ada kembali ke SMA 1 untuk menjaga system, maka bisa dibayangkan peradaban islam akan segera tampil kembali, menjadi Rahmatan lil ‘alamin dan semua itu berawal dari SMA N 1 Yogyakarta.
[Epilogue]
Harapan,
Cita-cita,
Generasi Baru,
Asa tanpa jeda,
Tuk menggapai Surga
Berapa tahunkah telah
kita lalui di tempat ini?
Sejak dulu kita
pertama menginjakkan kaki,
Hingga saat ini. Saat
kita telah mengenalnya:
Sudut-sudut sepi di
sekolah ini,
Cermin-cermin muram
dengan coretan jenaka.
Entah sampai kapan,
kita akan berjuang di sini.
Kita bukan manusia
pertama.
Pun sepertinya juga bukan insan
terakhir.
Ya, kita adalah
manusia perantara.
Maka layaknya teladan
umat manusia
Shalawat serta salam
untuknya
Entah itu kemenangan
Badar
Atau Uhud yang
menggores luka
Kita harus tetap ada.
Istiqamah di jalan-Nya.[2]
Wallohu’alam.
Dari Abangmu teruntukmu, kita akan mengenang
kembali Romantisme Perjuangan kita. Walau seragam putih abu-abu telah kita
tanggalkan.
Godean, 3 Syawal 1435 Hijrah Nabi.
Adnan Rifai
Sumber,
dari buku yang berjudul asli “Musykilatun fi
Thoriq Asysyabaabi”,di terjemahkan, “Onani: Masalah Anak Muda”, bab
Pendahuluan, karya Shaleh Tamimi.
Cover Modul Mentoring SMA N 1 YK, 2013/3014
oleh Haidar Muhammad.