"Tapi bang, coba jelaskan
pada kami bagaimana cara membagi waktu antara belajar dan berorganisasi."
"Dik, sungguh hal itu sebuah
pertanyaan yang konyol! Tak patut kita tanyakan!."
Mata Bang Somad memerah, kali ini
raut wajah yang tak terbiasa terlihat dapat dilihat oleh Yudha. Apakah ini
pertanyaan yang salah?
"Tapi bang..."
"Hhhuuuuuuuufffhh....", Bang Somad
menghela nafas panjang, dan matanya tak memerah lagi. Kini raut kesedihan mulai
tampak. Ini malah semakin menggelisahkan. Ada apa?
"Dik, sungguh tak pantas,
bertanya seperti itu. Bukankah
belajar dan berorganisasi dengan tujuan yang baik adalah sama-sama kemuliaan?
Bukankah pertanyaan yang paling
pantas bagi kita adalah, 'Bagaimana membagi waktu antara belajar dan bermain
game? Antara berorganisasi dan nongkrong-nongkrong? Antara terjaga dikeheningan
malam lalu beribadah dan tidur? Antara membaca buku dan bercanda? Antara
menangis merindukan surga dan tertawa yang mengeraskan hati?
Kita tak patut bertanya, sebab
waktu kita masih banyak yang terlewatkan untuk kesia-siaan."
"Tapi bang...."
Barangkali, sesorang yang mengeluhkan bahwa
waktu yang dimilikinya tak cukup untuk melaksanakan kewajibannya, secara
bersamaan ia mengeluhkan atas dirinya yang tak dapat memanfaatkan waktunya dengan
baik. Sebab, “Memanfaatkan waktu lebih berat daripada memperbaiki masa lalu dan
masa depan. Memanfaatkan waktu berarti melakukan amal-amal paling paling utama,
paling berguna bagi diri, dan paling banyak membawa kebahagiaan.” Beliau
melanjutkan, “Barang siapa tidak mengisi waktunya untuk Allah dan petunjuk Allah,
maka baginya mati lebih baik daripada hidup.”
“Berhentinya seorang mukmin dari beraktivitas
adalah kelalaian. Kekosongan adalah musuh yang mematikan, dan kesenggangan adalah
sebuah kemalasan. Dan, kebanyakan orang yang selalu gundah dan hidup dalam
kecemasan adalah mereka yang terlalu banyak waktu senggangnya dan sedikit
aktivitasnya.” Tulis ‘Aidh Al Qarni dalam Kitab La Tahzan, “ Adapun manfaat
yang mereka dapatkan dari semua itu adalah hanya sekedar desas desus dan omong
kosong yang tak berguna. Itulah keuntungan yang juga diraih oleh mereka yang
tak pernah mengerjakan amalan yang bermakna dan berbuah pahala.”
Janganlah mengeluhkan atas ketidakcukupan waktu
yang telah diberikan, ketika secara bersamaan kita masih saja menyia-nyiakannya
secara sadar maupun tidak sadar. Sebab mana mungkin Rabb kita yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang memberikan beban yang tak sanggup kita pikul,
tugas yang tak kan selesai dengan waktu yang ada.
Kemudian beliau melanjutkan, “Oleh sebab itu,
hendaknya kamu senantiasa bergerak, bekerja, mencari, membaca al-Qur’an,
bertasbih, menulis atau mengunjungi sahabat. Gunakan waktu sebaik-baiknya, dan
jangan ada satu menit terbuang sia-sia! Ingat, sehari saja anda kosong tak
bergerak, niscaya kegundahan, keresahan godaan dan bisikan setan akan mudah
menyelinap dalam tubuh anda! Dan bila sudah demikian, maka anda akan menjadi
lapangan permainan para setan.”
***
“Tapi bang, apakah itu berarti kita tidak boleh
untuk rehat? Bermain game, melepaskan penat? Lalu bagaimana bang jika kelelahan
datang?”
“Dahulu, sekitar abad ke 4 Hijriah, ada
beberapa orang yang sedang membicarakan tentang tempat rekreasi yang paling
menyenangkan, dan di sana hadir seorang Ulama yang bernama Ibnu Duraid. Saat
sebagian lain mengatakan, ‘tempat yang paling menyenangkan untuk rekreasi
adalah lembah-lembah asri di Damaskus, Sungai Al-Uballah, Taman Samarkand,
Taman indah di Bawwan’, lalu Ibnu Duraid berkata, ‘Semua ini adalah tempat
rekreasi bagi mata, lalu manakah rekreasi bagi hati kalian?’. Coba tebaik dik,
di manakah rekreasi bagi hati?”.
“Apa bang? Menikah? Hati menjadi tentram?”
“Halah-halah..... bukan, bukan itu yang
dimaksud dik. Tetapi, ialah taman-taman surga yang dihadirkan di dunia. Majelis
Ilmu.”
“Ha? Maksudnya bagiamana bang? Aku masih belum
paham.”
“Sebab, setidaknya ada empat hal yang akan kita
dapatkan di taman-taman surga. Pertama, kita akan diberikan ketenangan jiwa.
Lalu bagiamana bila belum di dapat? Barangkali hati kita sudah terlalu lelah
dik. Kemungkinan perlu diperbanyak
frekuensinya dan variasinya. Misalnya tidak hanya membahas tentang fiqh saja,
tetapi ditambah dengan bahasan aqidah, tazkiatun nafs. Kedua, Allah akan
memberikan rahmat-Nya kepada kita. Tentu kita harus ikhlas dalam niat, dan
memperhatikan adab-adabnya. Ketiga, malaikat akan menaungi kita, dan para
malaikat akan mendo’akan kebaikan untuk kita. Keempat, nama kita akan disebut
Allah diantara para malaikat yang mulia. Coba bayangkan dik, kalau kita
dipanggil-panggil di saat upacara bendera karena prestasi kita, pasti
menyenangkan to? Atau disebutkan oleh
Pak Presiden, saat upacara bendera 17 Agustus, fantastis bukan? Nah bagaimana
jika yang menyebut-nyebut nama kita adalah Rabb semesta alam, sang pencipta
dihadapan para malaikat yang mulia?”
“Wuiih, mantap bang, mohon do’anya selalu ya
bang.”
“Iya dik. Ingat ya dik, yang berbicara ini
bukan berarti lebih baik dan lebih mulia. Hanya saja abang lebih dulu
dihadirkan di dunia, lebih dulu menginjakkan kaki di sini, dan tentu lebih dulu
bertemu juga dengan abang-abang ganteng, yang kini sudah tinggal di tempat yang
jauh. Semoga engkau berada diposisi seperti abang, engkau jauh lebih baik dik.
Bila diingat-ingat, bila dulu abang saat diposisimu, tak sekeren dirimu
sekarang dik. Semangat terus, semoga kita selalu ditunjukan dan diteguhkan di
jalan yang lurus.”
“Aamiin.”
***
Godean, 7 Jamuari 2014
Adnan Rifai
***
Godean, 7 Jamuari 2014
Adnan Rifai